Tulisan ini ditulis oleh seorang senior sy d UKM-U ESo Unila yang sekarang sedang menempuh S2nya di USA... sesuatu yang sederhana, tapi merupakan sebuah pendekatan logika yang menyentuh dari seorang Kristian Adi Putra....

.......................................................................................................................................................................

Tidak jarang kita berkata, “Waduh jangan dulu matilah saya ini. Belum kawin saya.” Dalam pemikiran awam saya tentang agama, sayapun jadi bertanya, “Sesederhanakah itu urusan hidup dan mati untuk manusia. Apa ya iya hidup itu hanya untuk kawin saja?” Saya jadi berfikir lagi, yang berhak atas bidadari itu adalah orang yang masuk surga, atau dengan kata lain orang yang amalnya lebih banyak dari dosanya ketika hidup di dunia. Dengan lebih sederhana saya akhirnya jadi menyimpulkan, mungkin orang yang berfikir seperti itu adalah orang yang belum pernah kawin di dunia dan kebetulan merasa banyak dosa ketimbang amalnya di dunia. Sehingga, dia khawatir apes tidak ketemu bidadari baik di dunia atau di alam akhirat nanti-nantinya.

Sekarang sebenarnya jadi tergambar, hidup itu tidak sesederhana itu. Tidak jarang ketika naik motor saya berfikir, “Seandainya saya ketabrak mobil dan meninggal saat ini juga, apakah saya bakal masuk surga? Banyakan mana amal saya ketimbang dosa saya?” Sayangnya memang saya tidak bisa pinjam catatan malaikat yang mencatat amal dan dosa saya. Coba kalau bisa dan saya tahu kebetulan amal saya poinnya 3 kali lipatnya dosa. Saya akan mentolerir diri saya sendiri untuk berbuat dosa sembari berfikir, “Ya toh catatan amal saya masih banyak ini.” Dan seringnya, saya justru berfikir kalau saya itu lebih banyak dosanya ketimbang amalnya. Hitung-hitungan saya sederhana, sebagai muslim, saya diwajibkan untuk sholat sehari lima kali: Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isha. Kadang kalau pas kebetulan tidak sholat Subuh, dengan alasan kesiangan, atau Isha dengan alasan sebelum mau sholat ketiduran, besoknya saya jadi berfikir, “Jangan dulu saya mati hari ini, ya Allah.” Kalau pas hari ini beriman tapi hari sebelumnya tidak, doa sayapun jadi sama saja. Dan kalau ingat tahun-tahun sebelumnya, saya jadi terus berfikir seandainya saja saya mati hari ini, bakal selesai cerita saya, persis dengan cerita di atas itu. Tidak bertemu bidadari di dunia dan tidak juga di surga.

Setidaknya saya sudah bertemu tiga teman yang tidak percaya pada konsep beragama padahal awalnya agamanya Islam, sama dengan agama yang saya anut. Mungkin tiga-tiganya sudah bertemu bidadarinya di dunia, jadi berfikir tidak perlu lagi bertemu bidadari nya yang di surga. Tidak apalah, buat saya saja nanti kalau begitu jatah bidadari buat mereka yang di surga. Pernah tetapi saya juga heran, ketika ada masalah mereka update status di Facebook, “Dear God. What should I do?” Saya jadi berfikir, “Kok ini katanya atheist tapi nggak konsisten ya? Apa atheist itu juga ada Tuhan-nya?” Tapi hal ini justru membuat saya tiba pada kesimpulan yang lebih baik, tidak sesederhana orang ingat Tuhan dan berbuat amal itu untuk masuk surga dan masuk surga itu untuk bertemu bidadari mereka. Setiap orang, secara manusiawi sebenarnya pasti membutuhkan Tuhan. Makanya siapapun itu, kalau saat kesusahan pasti jadi ingat Tuhan, mengeluh dan berdoa. Saat bahagia, umumnya saya sendiri juga lupa untuk berdoa. Kalau sholatpun, setelah salam langsung merapikan sajadah, sarung dan peci lalu pergi tanpa berdoa.

Muncul juga kadang pertanyaan, “Seandainya saya tidak percaya Tuhan, apa yang membuat saya harus sombong dan tidak mengakui ketidakberadaan Tuhan itu?” Kadang ada tulang ikan yang kebetulan nyelip di sela-sela gigi dan susah keluarnya, sampai berhari-hari saya kewalahan cari akal buat mengeluarkan tulang itu dari gigi, karena memang jadi terasa tidak nyaman dan mengganggu. Inipun kemudian jadi buat saya berfikir kalau sesungguhnya manusia itu mempunyai keterbatasan, bahkan untuk hal sekecil itu saja saya sudah mengeluh. Teringat dulu tsunami di Aceh dan gempa di beberapa tempat di Indonesia, dalam sekejap jutaan orang dan rumah juga rata dengan tanah. Yang terlintas dalam benak saya kemudian adalah kesimpulan kalau kita sesungguhnya sangat kecil sekali di mata Allah. Jadi daripada berpusing ria ikut-ikutan komentar tentang rok mini, model jilbab terbaru, Nazarudin, Angelina Sondakh dan reshuffle kabinet, mendingan saya memperbaiki sholat dan rajin baca Al-Quran saja. Takut kalau-kalau jatahnya cuma sampai hari ini dan tidak bertemu bidadari di dunia dan di surga. Bisa rugi dua kali saya.