Senin, 30 Juli 2012

Seri Ramadhan #12


Pada suatu pagi saya dihubungi mbak Ngesti untuk bantu-bantu pelaksanaan outbond SMA IT Miftahul Jannah dalam rangka penutupan rangkaian Masa Orientasi Siswa. Setelah satu hari sebelumnya saya sempat gabung sama anak-anak untuk aksi "Ramadhan Anti Korupsi" bertajuk "Saweran Cinta Untuk KPK" yang sukses membuat hangat headline koran keesokan harinya.
Hal yang menyenangkan ketika saya punya kesempatan untuk belajar banyak dari mereka, itulah yang membuat saya begitu bersemangat pagi ini. Namun, ketika sampai di SMA IT outbond'nya belum dipersiapkan sama sekali dan terlihat mb Ngesti sibuk telfon sana-sini mencari pasukan. Tak berapa lama datanglah suami beserta teman kuliah Mb Ngesti (kalau tidak salah namanya Handis).

Mb Ngesti, suami, dan seorang temannya itu lulusan UGM dan memang sejenak terlihat berbeda dari kelenturan dan kecekatan mereka dalam menghandle acara yang sederhana dan nyaris gagal menjadi penuh makna. Saat itu saya menyimpulkan, bisa jadi karena output UGM yang lebih unggul dibanding Unila, sehingga mereka bisa beraktualisasi diri secara lebih. 

Dalam waktu singkat saya membuat grand desain outbon bersama mereka, saya dan salah seorang guru IT (ma'af lupa namanya) kebagian pos 1, mb ngesti dan mb resti kebagian pos 2, dan pak arif beserta kak handis kebagian pos 3. Kala itu kak handis berpesan pada saya, supaya sepeninggalan anak-anak dari pos satu diberi tugas untuk "mungut" benda-benda apa saja yang ada di jalan.

Pos 2 sudah terlewati bersama mb ngesti dan mb resti dengan evaluasi MOS serta pesantren kilat. kini tiba di Pos 3. Berhubung tugas kami sudah selesai, jadi ikut nimbrung di Pos 3. Seperti biasa mereka diberi beberapa games dan pada akhirnya tibalah pengumpulan tugas dari Pos 1 tadi. Dan namanya anak-anak, mereka "mungut" benda-benda yang benar-benar aneh. sebut saja salah satu kelompok yang "mungut" kepompong di daun pisang, beberapa jenis bunga-bungaan, "bluluk" (cikal bakal kelapa), buah randu (cikal bakal kapuk), dll yang kalau di tambah kemenyan sudah lebih dari cukup untuk jadi "sesajen kuda lumping". 

Anak-anak itu diberi tugas untuk merangkai benda-benda tersebut menjadi sesuatu yang memiliki cerita. Sebut saja kelompok diatas, mereka membuat makan malam indah diatas kal feri. Applous ! kreatif ! bahkan sayapun tidak terfikir kesana. Lalu apa hikmah dari permainan ini ? "ya itulah hidup ! tidak lebih dari munggut apa-apa yang kita temui di jalan, dan dengan hikmah kita merangkainya menjadi sesuatu yang disebut dengan kehidupan, keahlian kita diuji untuk bagaimana kita mampu merangkai hal-hal yang sekilas ketika terpisah tampak seperti sampah, menjadi hidup yang kita inginkan. Bukankah hari esok masih misteri ? bahkan tadi pagi saya tidak berfikir bahwa hari ini akan disini bersama kalian ! " ujar kak Handis. voila ! sebuah games yang cerdas, sesaat saya tersentuh.

Dulu saya tidak ingin kuliah disini, dan ketika teman-teman SMA saya pergi ke UGM, UI, ITB, dan kampus-kampus bonafit lainnya saya benar-benar merasa kurang beruntung. tapi bukankah hidup ini mistery dan seni merangkai apa yang bisa kita pungut ? saya memang tidak di UGM, tapi Allah mengirim orang-orang terbaik UGM kesini, saya memang tidak di UI, tapi Allah mengirim anak-anak terbaik UI untuk sharing, saya memang tidak di ITB, tapi Allah mengirimkan lulusan ITB yang baik untuk bercerita, saya tak jua di UNY, UNDIP, UNSRI, UNS, tapi saya pernah satu tim dengan mereka dan setidaknya mereka siap menjadi tempat bertanya. Atau bahkan, sebenarnya salah lebih beruntung ketimbang teman-teman yang kuliah disana. Karena belum tentu mereka bertemu dan belajar dari orang-orang terbaiknya.

Saya tersenyum dan anak-anak itu terdiam. Mungkin mereka merenungi nasib mereka yang bersekolah di sekolah baru dengan 13 murid. sesaat itu menyedihkan, tapi melihat hasil yang sudah diraih, dalam 5 hari mereka bisa  menjadi headline beberapa koran lokal sayapun merinding membayangkan masa depan ketiga belas anak ini. Mereka dikelilingi orang-orang luar biasa,juga invisible hand yang tidak mereka sadari. Tinggal bagaiman seni memungut dan merangkai mereka diuji, apakah seindah makan malam diatas kapal feri, atau seindah menorehkan nama mereka di masa depan Lampung. ^^


Seri Ramadhan #11

"Sedekah satu milyar ??" kata-kata itu pertama kali nongol dari status FB teman saya yang punya aktivitas sosial di bidang wirausaha. Sekilas memang sangat biasa, dan belum memiliki makna apa-apa. Walau saya tau bahwa harta yang disedekahkan itulah yang sejatinya menjadi harta kita. tapi saat itu benar-benar no sense at all.

Belum lama ini saya dan beberapa teman membuka komunitas belajar anak di Natar, sempat terfikir beberapa peluang pendanaan, mulai dari kampus, Bank Indonesia, hingga lembaga zakat yang bernama "Lampung Peduli". Namun ditengah jalan kami cukup tersandung dengan sesuatu, karena sebagian dari mereka akan mengucurkan dana setelah tempat itu memiliki ciri fisik. Tentu saja untuk membuat ciri fisik membutuhkan dana bukan ?
Ditengah kebimbangan itu salah seorang teman kami yang masih KKN sms, "bisa siapain buka bersama ndak di Natar ? untuk kebutuhan nanti saya yang cover ?" kebetulan saat itu ia berulang tahun yang ke-20 dan ingin melakukan sesuatu yang berbeda. kontan saat itu saya membalas "gimana kalau uangnya dibeliin buka saja ? sama di pakai untuk launching awal taman baca, Insyaallah amal jariyahnya akan mengalir terus..." dan teman saya menjawab "atur-atur aja !". 

Sore harinya saya menghitung-hitung kebutuhan saya tahun ini, mulai sewa kontrakan baru, SPP, dan luar biasa saya kelabakan. Seandainya saya punya usaha...

Tak berapa lama dari itu saya belanja sayuran di salah satu minimarket terdekat, di depan mini market ada seorang bapak dan anaknya yang minta-minta, terang saya agak sewot, "sini luar biasa banting tulang ! situ tinggal minta", astagfirullah kok saya jahat banget ya., ya Allah, ia hambamu juga, yang mungkin sebagian rizkinya mengalir lewatku.

Banyak yang berpendapat bahwa orang miskin itu karena pemalas, tapi saya berpendapat bahwa miskin itu dimiskinkan. Jika saja negara ini tidak berpihak pada kapital, emas, intan, laut, hutan, dan segala SDA kita sisa untuk menghidupi orang satu Indonesia. alhasil, banyak yang jadi gelandangn, putus sekolah, minta-minta. dan ini menjadi buah simalakama. dikasih tidak menyelesaikan masalah, ndak dikasih itu perihal menyambung hidup.


Banyak hal yang bisa kita lakukan ketika kita memiliki kebebasan finansial, kita tidak hanya bisa memikirkan diri kita, namun juga orang lain, seperti teman saya yang bisa memberikan sumbangan untuk komunitas belajar, juga angan-angan memberikan ruang kerja bagi bapak dan anak tadi. Dulu zaman kejayaan islam, tidak ada yang lapar, bahkan bingung zakat akan disalurkan kemana. sampai ke ujung afrikapun tidak ada yang menerima. Apa kabar Afrika sekarang ?

Dengan kondisi Indonesia yang seperti ini, sepertinya teman saya benar, kita harus sedekah satu milyar, or even saya mau sedekah lebih banyak dari itu, memilki foundation seperti rockefeller foundation yang uangnya cukup untuk membiayai gerakan lingkungan internasional, menyelamatkan ekonimi amerika, dan lain sebagainya. Begitupun kita, sudah saatnya umat Islam memiliki Rockefellernya sendiri dan beramai-rami bersedekah untuk kebaikan. Bukankah dulu kita juga memiliki sosok Khadijah ? Umar ? Usman ? dan Abu Bakar ? yang menyokong tegaknya Islam dimuka bumi ? Bismillah..

"hai orang-orang yang beriman, belanajaknlah (di jalan Allah) sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu ..." (Al-Baqarah 2:254)


Seri Ramadhan #10


Dulu, waktu masih SMA ndak pernah kebayang untuk bisa keluar negeri, trus setelah kuliah punya beberapa teman yang sudah pernah menginjakkan kakinya di luaran sana, sedikit banyak termotivasi. Semakin ke sini semakin banyak kenalan yang pernah ke luar negeri, jadi tau acara-acara apa aja yang bisa diikuti, tapi lagi-lagi masalah klasik yang belum juga terpecahkan, biaya !

Sempat memiliki semangat yang meledak-ledak untuk bisa S2 di luar, Harvard atau MIT, mungkin karena keren, termasuk kampus papan atas dunia. setelah itu pulang karier akan lebih baik dari yang kuliah di dalam negeri. Juga memiliki kemampuan yang go internaional.
Dewasa ini, seiring dengan bertambahnya umur saya juga bertambah bijak dalam menimbang pilihan hidup. Rasanya motivasi keren-kerenan saya harus dirubah, harus ada sesuatu yang lebih bermakna dari sekedar bisa pamer foto di negeri sebrang. Tapi entah itu apa? saya belum menemukannya, hingga sempat beberapa waktu saya mengurungkan niat saya dan berniat lanjut di UI, UPI, UNS atau UGM saja yang lebih dekat dan lebih simple prosesnya.

Hingga suatu pagi saya secara tidak sengaja membaca percakapan senior saya di organisasi yang ingin kuliah ke luar negeri dan sudah apply beasiswa namun belum juga mendapat kabar gembira. Saya yang merasa kenal dengan si A yang sering mengadvokasi masalah beasiswa langsung menginformasikan dengan senior saya tersebut. Kontan senior saya marah hebat "buatlah dirimu berharga !" dan saat itu saya hanya bisa minta ma'af dan saya masih merasa aneh kenapa ia marah. toh si A juga tidak kolusi, hanya menghubungkan kita dengan peluang kosong.

Tak lama setelah itu senior saya officially announced kalau ia diterima di salah satu perguruan tinggi di USA, dan sayapun masih mengingat kata-katanya ketika marah "buatlah dirimu berharga !"

Dulu awal masuk kuliah, saya benar-benar tidak berminat untuk menjadi guru, karena guru itu tidak lebih dari berangkat, mengerjakan LKS, PR, dan ngisi rapor, tak ada sesuatu yang spesial dan ndak anak muda banget. namun perlahan pola pikir itu berubah ketika saya bertemu dengan orang-orang baru yang berbicara masalah pendidikan. Ada yang bercerita tentang dongeng, lagu anak, school of volunteer, sekolah kreatif, sekolah alam, sekolah islam terpadu, taman baca, sekolah rakyat, leadership academy, sehingga menjadi guru menjadi hal yang menarik, karena memiliki kesan "anak muda" yang rindu kreatifitas dan perubahan. 

Semenjak saat itu saya tidak lagi malu ketika ditanya apa cita-citamu ? saya langsung menjawab, "saya mau jadi guru !" dan saya berhenti mengkamuflasekan dengan berkata "jadi dosen". Keyakinan itu saya dapatkan ketika saya memiliki inspirasi lain dari luar kota, sehingga sekarang saya bermimpi untuk belajar dari luar negeri, Jepang dengan era restorasi meiji, Perancis dengan universitas prancisnya, Mesir, Jerman, Turki, USA, Australia, Inggris, China, dan sederetan nama besar yang memiliki sejarah pendidikan yang revolusioner dan berhasil mengangkat derajat peradaban mereka.

Cita-cita baru saya ini pada akhirnya memperbaiki semangat saya untuk keluar negeri dari sekedar keren-kerenan menjadi belajar sesuatu yang luar biasa untuk dibawa kembali pulang ke Lampung dan mengembangkannya disini di kemudian hari, sehingga ketika saya mati kelak, ada sesuatu yang pernah saya tinggalkan di bumi ini. Dan... tanpa terasa visi ini juga telah menjadikan "diri saya lebih berharga !" dari sebelumnya, tidak sekedar keren-kerenan kuliah di kampus papan atas, tidak sekedar lulus, namun ada tujuan mulia dibaliknya. Terima kasih kawand...









Seri Ramadhan #9


Pertanyaan:

Bagi masyarakat indonesia yang diturki, ketika hidup di turki banyak dijumpai aneka mazhab. Misalnya cara shalat, kebiasaan berdzikir habis shalat, shalat sunnah bersama-sama sehabis shalat fardlu baru berdzikir. Bagaimana menyikapi perbedaan mazhab ustadz?

Jawab : 

Di Turki, madzhab yang dipegang oleh mayoritas masyarakatnya adalah madzhab Hanafi, seperti juga di Mesir. Berbeda dengan di Indonesia yang secara umum bermadzhab Syafi’i, atau di Saudi Arabia yang bermadzhab Hanbali, atau di negara-negara Arab di Afrika Utara yang bermadzhab Maliki seperti Tunisia, Aljazair, dan Maroko.

Itu adalah empat madzhab yang termahsyur, walaupun ada 5 madzhab lain yang juga besar. Masing-masing madzhab itu berbeda dalam beberapa cara ibadah. Mengapa? Padahal Rasul kita satu, Qur’an kita satu. Mengapa mereka semua tidak menurut saja dengan cara ibadah Rasulullah? Jika semuanya berteguh dengan cara-cara ibadah Rasulullah, harusnya tidak akan berbeda pendapat kan? Lalu untuk apa ada madzhab yang berbeda-beda? Apakah madzhab-madzhab itu keberadaannya hanya untuk memecah belah umat saja? Semua persoalan ini tidak akan terfahami kecuali jika kembali ke pokok ceritanya.

Semua dari Qur’an dan Rasul yang satu 

Al-Qur’an turun dalan bahasa Arab. Salah satu hikmahnya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling kokoh dan perbendaharaan katanya paling luas. Misalnya, untuk sebuah kata ‘cerdas’ saja ada 4000 sinonimnya, untuk ‘singa’ ada 500 kata yang bisa dipakai, apalagi untuk ungkapan-ungkapan sehari-hari. Dengan kekokohan bahasa ini, ia dipilih Allah sebagai bahasa untuk memediatori pesan-pesan-Nya. Dan para sahabat Rasulullah adalah manusia-manusia yang paling menguasai samudera bahasa Arab ini, hingga rahasia-rahasia sastranya.  Sehingga generasi pertama muslim, adalah generasi yang sangat memahami Qur’an dalam bahasa Arab, ini faktor pertama.

Kedua, mereka hidup bersama Rasulullah, sehingga mereka mendapatkan langsung tafsiran dan instruksi semua perintah Qur’an. Itulah yang disebut Sunnah, atau sering disebut Hadist. Yaitu semua yang berkaitan dengan arahan Rasulullah untuk mempraktikan Qur’an.

Kedekatan generasi pertama dengan bahasa Qur’an dan penjelasan Rasul [Sunnah], membuat mereka mudah memahami inti ajaran Islam. Sehingga misalnya, ketika mereka mendapatkan sebuah ayat seperti ‘‘kutiba ‘alaikumushhiyâm‘’ secara bahasa artinya, ‘’telah dituliskan untuk kalian puasa’’, mereka faham bahwa status ayat itu adalah wajib atau ‘puasa wajib bagi kamu’, ditambah lagi dengan contoh langung Rasulullah yang mereka saksikan oleh mata kepala sendiri. Qur’an dan Sunnah mencukupi hidup mereka. Tidak ada yang namanya ilmu Fiqh, atau Akidah, atau ilmu-ilmu Islam yang kita kenal sekarang, karena semua itu built-in dalam diri mereka. Bukan karena mereka tidak butuh, tapi karena mereka sudah faham secara otomatis melalui teks-teks Islam [Qur’an-Sunnah]

Kebutuhan terhadap Madzhab

Dengan berlalu waktu, kemampuan linguistik untuk memahami sumber asli itu makin berkurang, bagi anak-cucu generasi sahabat itu. Sehingga mereka tidak lagi mampu memahami teks-teks Islam [Qur’an-Sunnah] secara langsung. Misalnya, jika mereka membaca ayat ‘’wa anfiqu fî sabîlillâh’’ [bernafkahlah di jalan Allah], tidak semua masyarakat muslim tahu status ayat ini, apakah bernafkah itu wajib, atau sunnah, atau mubah [boleh]? Jika wajib, kapan wajibnya? Berapa?

Oleh karena itulah mereka merasa membutuhkan sebuah perangkat. Dan perangkat itu namanya Ilmu Fiqh, secara ringkas artinya ilmu tentang detail hukum-hukum ibadah, apakah itu wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram.

Tapi tidak semua mampu merumuskan ilmu fiqh untuk seluruh Ibadah dalam Islam. Karena ia membutuhkan kepakaran dalam ilmu bahasa arab, logika, sejarah, hadist, dll. Maka tidak banyak yang mampu merumuskan ilmu itu.

Yang paling mahsyur dalam menuliskan ilmu fiqh secara kokoh ada empat, yaitu Imam Malik, imam Hanafi, imam Syafi’i, dan Imam Hanbali. Keempat imam inilah yang hingga saat ini banyak diikuti madzhabnya. Bukan karena hanya mereka yang mempunyai sepaket ilmu fiqh, tapi karena merekalah yang mempunyai metodologi dan pembahasan fiqh paling komprehensif.

Sejak adanya keempat imam madzhab itu di abad ke 2 hijriyyah, umat Islam awam lebih mudah mempelajari tata cara ibadah. Karena mereka hanya tinggal mengikuti arahan-arahan yang dijelaskan Sang Imam. Dan arahan-arahan itu jelas berdalilkan hadist-hadist Rasulullah dan bertanggungjawab. Berbeda dengan para pembelajar khusus, yang mempunyai kemampuan penelaahan. Mereka tidak terlalu butuh untuk mengikuti arahan-arahan keempat imam itu, karena mereka mempunyai perangkat untuk mengkaji sendiri.
Pertanyaannya, mengapa para Imam Madzhab itu bisa berbeda? Padahal misalnya Imam Syafii berguru ke Imam Malik selama 9 tahun?

Madzhab Pasti Berbeda

Perbedaan itu ada dalam metodologi pengkajian mereka. Metodologi itu disebut ilmu Ushul Fiqh. Misalnya, ayat tentang Salat. Rasulullah menjelaskan tata cara salat sepanjang hidupnya, berkali-kali, dibanyak kesempatan, di banyak situasi. Sehingga penjelasan salat itu bervariasi.  Hadist-hadist yang berhubungan dengan salat atau ibadah secara umum itu waris-terwariskan dengan teliti hingga sampai ke zaman para imam madzhab, bahkan sampai ke zaman kita.

Secara ringkas, masing-masing imam dalam madzhabnya itu menjelaskan tata cara salat sesuai dengan hadist-hadist itu. Tapi karena hadist-hasit itu banyak, perbedaan ada disini. Hadist-hadist yang dijadikan metodologi pembahasan Imam Malik mungkin berbeda dengan hadist yang diambil Syafi’i, berbeda juga dengan yang diambil Hanafi dan Hanbali. Disinilah letak perbedaannya. Baik itu dalam urusan dzikir pasca salat, puasa, haji, qurban, mandi, tidur, makan, peradilan, politik, ekonomi.

Perbedaan itu ada dalam landasan dalil yang diambil oleh para Imam Madzhab. Tapi pada dasarnya semua pandangan setiap imam itu mempunyai dalil, terlepas jika dalil-dalil itu kuat, logis, atau lemah, tidak akurat, itu lain soal. Tapi saat pembuatan ilmu fiqh itu, keempat imam madzhab telah berjuang untuk merangkum ajaran Islam sesuai metodologi pengkajiannya masing-masing.

Relevansi Madzhab di Abad 21

Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, apakah tata cara ibadah Islam yang agung yang luas ini hanya terbatas dan terangkum dalam keempat madzhab itu?

Tentu tidak. Karena ada madzhab-madhzab lain, misalnya madzhab Adz-Dzhâhiriyyah di Andalus Spayol. Tapi secara umum, keempat madzhab itulah yang paling mampu menjawab semua persoalan umat sepanjang zaman.

Saat ini umat Islam secara umum masih membutuhkan madzhab-madzhab itu. Karena kemampuan memahami sumber-sumber Islam secara langsung tidak lagi dimiliki oleh umat. Misalnya, seorang pengusaha yang tidak mempunyai akses dan kemampuan mengkaji literatur-literatur Islam bahasa Arab, bagaimana dia mencari penjelasan untuk menjalankan ekonominya sesuai cara Rasul? Apakah ia mencari terjemahan hadist-hadist secara acak, lalu dari berbagai keterangan hadist yang berbeda itu, ia memilih yang paling mudah. Apapun hadistnya, ia mencari hadist yang paling ringan dan cocok dengan keinginannnya. Ini tidak boleh. Karena artinya ia menjadikan Islam mengikuti seleranya, bukan mencari arahan yang terbaik lalu mengikutinya.

Sehingga bagi masyarakat umum, sebaiknya mengikuti salah satu madzhab dan konsisten dengannya. Dan disini tidak termasuk kedalam kategori taklid buta, karena madzhab-madhzab yang ada mempunyai landasan-landasan syar’i dalam setiap pembahasannya. Dari sinilah difahami mengapa bagi komunitas atau masyarakat negara tertentu memegang satu madzhab dan berbeda dengan masyarakat di daerah lain.
Dari pandangan ini, maka tidak usah aneh, jika melihat tata cara ibadah di negara lain berbeda dengan Indonesia yang mayoritasnya bermadzhab Syafi’i. Karena mungkin saja, berbedaan itu bersumber dari madzhad mereka yang berbeda, sepereti Madzhab Hanafi di Turki. Yang diperlukan hanyalah memahami, belajar menerima perbedaan, belajar mengerti sudut pandang ibadah dari madzhab lain yang semuanya bersumber dari Rasulullah. Tidak berarti semuanya benar, karena kebenaran itu hanya satu, tapi bukan manusia yang menentukan tatacara mana yang paling benar karena memang manusia tidak akan pernah tahu, hanya Allah Yang Mengetahui mana yang paling benar.

Sikap umat Islam hanyalah berusaha mencari pandangan yang dirasa paling dekat dengan ibadah Rasulullah. Jika dikalkulasi dari keempat madzhab yang ada, masih terlalu banyak persamaan tatacara ibadah dibanding perbendaannya. Terutama perbedaan-perbedaan itu bukan dalam hal-hal yang pokok, seperti tauhid, atau dakwah. Perbedaan-perbedaan itu biasanya ada dalam persoalan cabang yang detail seperti bacaan dzikir yang berbeda-beda versi sesuai hadist yang dirujuk, atau bacaan salat sebelum al-Fatihah. Bahkan jika salah satu madzhab salah mengambil dalil dalam salah satu teknik ibadah, itupun bukan persoalan besar di akhirat Insya Allah, karena Rasulullah menjelaskan jika pemilihan dalil [ijtihad] itu salah karena dalil itu tidak terlalu relevan misalnya maka ia mendapat satu pahala, dan jika benar ia mendapat dua pahala.

Kemungkinan tidak bermadzhab   

Bagi sebagian kalangan yang mempunyai kemampuan mengkaji literatur-literatur asli Islam secara sistematis, sebaiknya tidak mencukupkan dirinya dengan mengikuti salah satu madzhab saja, tapi mengkaji setiap detail persoalan ibadah, dan mencari pandangan yang paling akurat dengan perangkat ilmu yang ia miliki. Dengan begitu, ia lebih yakin, bahwa ibadah-ibadah yang ia lakukan tidak sekedar mengikuti kesimpulan yang diambil 13 abad yang lalu oleh para Imam madzhab, tapi karena ia mengkaji secara ilmiah dalam forum ilmiah, dalil mana yang terbaik. Oleh karena itulah Hasan al-Banna mengatakan dalam Kumpulan Risalahnya ‘’Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika -bersamaan dengan sikap mengikutnya ini- ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalil selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Dan hendaknya ia menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan Jika ia termasuk orang pandai, hingga mencapai derajat penelaah…..perbedaan pendapat dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid [yang melakukan ijtihad] mendapatkan pahalanya. Sementara itu, tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik’’.

Saint-Etienne, 18 Maret 2012
Muhammad Elvandi, Lc.
Seri Ramadhan #8

Sebagai seorang muslim saya meyakinin bahwa Islam adalah petunjuk yang benar, membawa kita pada jalan keselamatan, dunia dan akhirat. Mungkin hal ini tertanam dalam diri saya karena doktrin yang kuat dari orang tua bahwa islam itu bukanlah sebuah "ritual ceremony" tapi aturan hidup yang menyeluruh. Sebagai seorang muslim kita harus bertransaksi secara islami, kita harus bertingkah laku secara islami, karena semua itu akan berujung pada sebuah keseimbangan kehidupan yang telah diciptakan olehNya. Jadi sudah sewajarnya jika Ia Maha Tahu bagaimana mengatur kehidupan ini karena Dialah yang mencitakan langit bumi dan isinya.

Minggu, 29 Juli 2012

Seri Ramadhan #7

Menjadi relawan di komunitas belajar anak-anak memiliki makna dan sensasi yang berbeda, yaitu ketika kita dapet hadiah kartu ultraman no. 34 atau sepenggal kisah menggelitik yang membuat kita selalu tersenyum mendengarnya.

Kisah yang pertama ini terjadi dikala saya punya cita-cita untuk membuat sebuah jurnal anak lampung, blog sederhana yang memuat tentang kegiatan dan tulisan anak-anak. saat itu saya memainkan sebuah games yang ujungnya anak-anak membuat karangan tentang diri mereka sendiri, mulai dari nama, keluarga, sekolah, hingga cita-cita. Jawabannya sungguh beragam, dan yang terunik saat itu adalah ada satu anak yang berkata "saya mau jadi ultraman !"...

Kisah kedua terjadi, saat saya sedang mendongeng untuk mengajari tentang tata surya, usai mengajak mereka bernyanyi lagu bintang kecil sayapun bertanya "ada yang tau kenapa bintang bercahaya ?" dan seketika ada seorang anak menjawab dengan penuh percaya diri, "saya tau ! saya tau ! karena ada banyyyaaaaaak lampunya !" terang saya dan 2 orang relawan lainnya tak sanggup menahan tawa.
Seri Ramadhan #6

Inilah alasan kenapa pada part 1 saya sepakat dengan "embargo diri" untuk Indonesia.

Banyak sebenarnya yang tidak tahu dimanakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan Amerika, ada juga yang mengatakan negera-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya Amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur Tengah.
Seri Ramadhan #5

ngutip dari grup FB sebelah....

Suatu pagi di Bandar Lampung, kami menjemput seseorang di bandara. Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.

Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu, english, (atau singlish) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

"Your country is so rich!"
Seri Ramadhan #4


Konflik terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan. Coba bayangkan jika di dunia ini ada satu golongan, satu ras, satu kepentingan, konflik menjadi variable yang sederhana. Hingga semuanya menjadi lebih rumit ketika ada begitu banyak golongan dan kepentingan, sebut saja konflik ras antara kulit hitam dan kulit putih, atau konflik antar kabilah di arab pada zaman dulu kala.

Dalam sekup kecil konflik bisa terjadi karena adanya perbedaan ekspektasi antar individu. Sebut saja unila, pemilihan raya kerap sekali menjadi celah konflik yang empuk. Adanya ekspektasi dari kedua belah pihak dan semuanya berbicara pada sudut pandang "aku" bukan "kamu", ego ini sempat meledakkan gerakan massa pada tanggal 5 mei yang tidak kurang dari 400 orang pendemo.
Seri Ramadhan #3

Minggu yang lalu saya sempat down karena kemajuan anak-anak tak kunjung terlihat. Berfikir kesana kemari memikirkan cara untuk memasukkan ilmu baru kedalam pengalaman hidup mereka. Hingga saat berbuka puasapun saya tidak lapar, selain karena kondisi fisik yang kurang fit juga karena terbayang-bayang kemajuan adik-adik pesisir yang jauh dari kata pesat.

Kalau begini terus-terusan saya tidak akan memberikan perubahan apa-apa pada diri mereka, jangankan sampai masalah ekonomi tiap KKnya, membuat anak-anak ini setara dengan kompetensi yang harus dicapai anak SD seharusnyapun susah. 

Sebagian besar masih sulit membaca, ada yang putus sekolah, dan lain sebagainya. Selama ini kami memakai metode games, setidaknya anak-anak ini sedikit belajar tentang nilai kepemimpinan, ataupun bernyanyi, yang setidaknya mereka membiasakan diri untuk menyanyikan lagu anak-anak. bahkan kami jauh-jauh dari istilah-istilah pelajaran sekolah supaya mereka tidak merasa kalau mereka sedang belajar.

Sabtu, 28 Juli 2012

Seri Ramadhan #2

Angin sepoi berhembus menyapa anggun pagi menjelang siang. Dengan alunan suara tilawah dari Islamic Center menjelang adzan dzuhur kami duduk bertiga di ruang bawah. berderet bangku tampak berdebu, tak kalah debuan sama ACER Aspire One 722 yang kupakai sekarang. 

Tampak empat orang satpam yang sedang berjaga dan tiga orang lagi di deretan bangku sebrang. Angin semakin kencang menerbangkan kertas-kertas kami yang begitu ringan melambai-lambai. Ya, kami sekedar duduk-duduk saja, sekedar blogging, ngerjain tugas SP atau buat boneka kertas. suasana yang nyaman, mungkin ruang terbuka ternyaman yang ada di kampus ini, ditunjang dengan fasilitas hotspot 24 jam.
Seri Ramadhan #1

Kalau kata roma irama, masa muda adalah masa yang berapi-api mungkin itu benar adanya. Diusia ini kita akan cenderung meledak-ledak emosinya, termasuk semangat dan amarah. Kalau soekarno bilang, beri aku sepuluh pemuda dan akan kuguncangkan dunia itu logis, karena energi dari seorang pemuda itu memang luar biasa. Setidaknya itu yang aku buktikan selama di kampus. Hal yang unik ketika sebagian dari kita begitu sibuk berdemo, diskusi, atau melakukan kegiatan kesukarelawanan. Padahal bisa dibilang itu tidak memberikan keuntungan yang signifikan terhadap diri kita. Tak ayal jika para orang tua membuat barisan demonstrasi tersendiri untuk anak-anak mereka. dengan deretan spanduk terpampang "selesaikanlah studimu !" "sudahlah ! cari kerja saja sanaaaa...!" "idealisme itu hanya ada dimasa muda" "sudahlah, hentikan cita-cita muluk-muluk itu !". Itulah para orang tua kita yang memiliki pengalaman hidup terlebih dulu. memang apa yang mereka bilang benar adanya, menjadi aktivis tidak memberi banyak pada kita, justru meminta banyak dari individu-individu miskin itu. Tak menjanjikan apa-apa, beasiswa S2, karier politik, jalan-jalan keluar negeri gratis, pekerjaan yang mapan, tabungan masa depan, sama sekali tak menjanjikan apa-apa. Wajarlah jika para orang tua itu khawatir akan nasib anaknya, karena kebanyakan dari mereka justru menjadi orang dengan IPK rendah, lontang-lantung, menjadi orang Talk More Do Less, pemalas, pemimpi dan tidak lebih dari itu.

Dari ribuan aktivis yang ada hari ini, berapa sie yang akan menduduki posisi menteri? anggota dewan? atau presiden ? kurang dari 10 persen mungkin, sisanya menjadi produk gagal dan menjadi penonton. Mereka tinggal di daerah, menonton TV pagi sore dan mengometari kondisi kebangsaan seraya berkata kepada anak-anak mereka, itu dulu saudara seperjuangan ayah ! itu dulu saudara seperjuangan ibu.! hingga anak-anak mereka cukup bangga dengan cerita ibuku teman lama dari mentri A presiden B, ayahku teman satu kampus anggota dewan C. mungkin itu menjadi satu-satunya hal yang bisa diwariskan.

Masa yang meledak-ledak itu bersemayam indah dalam memori masa lalu kita. masa dimana kita turun ke jalan bersama, masa dimana kita makan sebungkus berdua, masa dimana kita melindungi saudara kita, atau masa dimana kita ribut satu sama lain karena memperjuangkan idealisme masing-masing. bisa jadi cerita itu hanya berlaku di kampus dalam episode mahasiswa. Mungkin nanti dalam dunia nyata, ketika kita mendapati kawan kita seperti Anas Urbaningrum kita tak bisa lagi ribut mempermasalahakannya. Karena dunia kita sudah jauh berbeda.


Oleh karena episode mahasiswa ini belum terlewat, aku ingin menorehkan sebuah pesan persaudaraan, bahwa rasul kita mengajarkan suatu konsep ukhuwah dan kepemimpinan dengan begitu luar biasa, Rasul mengajarkan pada kita bahwa saudara bukanlah tahta dan peruntungan, Rasul mengajarkan aqidah sebagai tali yang sangat kuat. Rasul kita juga mengajarkan bahwa setiap pribadi ini adalah pemimpin. Bukan jabatan yang kemudian menjadikan kita mulia, namun sumbangsih nyata kita untuk peradaban manusia. Presiden, petani, guru, menteri, pengamat politik, tukang cuci, itu hanya sebuah panggilan. Namun karya adalah bahasa keikhlasan dari seorang insan yang faham. Hingga kelak tak ada jarak keangkuhan antara kau yang diatas sana dan aku yang dipinggiran desa, hingga kelak kau masih bisa berkirim SMS padaku kala aku berbelok, hingga kelak anak-anak kita dapat tumbuh bersama, karena siapapun kita dimasa depan, kita tetaplah saudara selamanya hingga ke jannahNya.

*aku percaya perdaban ini akan lebih baik ditangan saudara-saudaraku yang shaleh dan shalehah...



Kamis, 19 Juli 2012


Inget gak? Pas kita masih mahasiswa baru trus ikut propti, kita sering baget denger kata ini “agent of change !” trus coba-coba kita ikut organisasi, yang ikut HIMA, atau BEM biasanya akan lebih sering lagi denger kalimat ini, “agent of change oh… agent of change”. 

Apa itu agent of change ?

Pernah denger nama Soekarno ? bapak bangsa ini membuat Negeri ini berubah status dari dijajah jadi merdeka. Pernah denger Habibie ? yah ! beliau memang ahli pesawat terbang yang pernah buat pesawat penumpang tercanggih didunia kala itu, N250, eh, kalau Newton punya teori relativitas I dan teori relativitas II pak habibie juga punya teori Habibie I dan Habibie 2    lho !. Ada lagi Iwan fals yang dikenal dengan lagu-lagu fenomenalnya yang mendobrak, seperti “bento” atau “jalanan sebrang istana”, pernah menggema juga nama kak Seto yang aktif memperjuangkan hak anak melalui komnas HAMnya. Atau pernah dengar pemikir besar kaya plato yang karya pemikirannya menjadi begitu popular bagi orang-orang barat, dan siapa sih yang ndak kenal sosok satu ini, “Nabi Muhammad”, seorang penuda mekkah dengan kemampuan kepemimpinan tak terkalahkan sepanjang masa, membawa sebuah risalah untuk seluruh system yang ada di bumi ini, mulai dari ekonomi, politik, kesehatan, sampai pendidikan, komplit tak terlewatkan. Merekalah itu contoh agent of chage yang pernah hidup di bumi ini, mereka membauahkan sebuah karya yang bermanfaat bagi orang lain. Walau usia biologis merega relative muda, tapi usia ideologisnya masih eksis hingga sekarang. Bagaimana dengan kamu ?

Gue Kan Nggak Sehebat Mereka ?

Ada yang bilang, orang besar itu adalah orang yang menorehkan karya besar. Tapi jangan salah, karya besar itu bukan karya yang rumit, dia sederhana dan punya spesifikasi khusus sesuai dengan minat kita. Missal aja Adele, dia memang jago baget dalam hal tarik suara alias nyayi, tapi ko suruh jadi guru TK, jelas lebih pinter kak seto dong ! itu karena mereka punya spesifikasi khusus sesuai dengan minat mereka. Apa jadinya kalau Adele kita suruh ngajar TK dan kak Seto kita suruh nyanyi “someone like you”. Mereka orang yang membuat hal besar dengan sesuatu yang sederhana, adele suka nyanyi ya dia serius dengan nyanyinya, dan kak seto suka main dengan anak-anak ya dia tekun dengan metode edukatif untuk main sama anak-anak, jadi orang besar itu ndak haru jadi professor di suatu perguruan tinggi, atau politisi pentolan dari sebuah partai politik lho ! Ada lagi contoh, sekumpulan anak muda yang lagi konsen dengan kampanye diet tissue atau diet kantong plastik, dalam rangka go green dan menjaga kelestarian bumi, karena kita sama-sama tahu berapa banyak kayu yang harus ditebang setiap harinya karena produksi kertas, dan juga kita tahu kalau plastic itu butuh waktu yang lama untuk terurai. Sederhana kan ? bisa kita lakukan setiap hari dan member dampak perubahan yang besar tentunya. So? Gimana sama kamu ? Nggak susah kan jadi agent of change ? tinggal temukan minatmu dan fokus.

Apa Gue Harus Ikut BEM dan Turun ke Jalan ?

Banyak orang besar lahir dari BEM atau dulunya disebut senat mahasiswa, sebut saja Anas Urbaningrum, Anies Baswedan, Marwah Daud Ibrahim, Ratu Atut. Tapi gak sedikit lho yang lahir dari tempat lain, semagaimana Dick Doank lahir dari seni, Iwan Fals lahir dari music, Soeharto lahir dari militer dan juga Pak Habibie yang lahir dari teknik. 
Yang jelas setiap orang punya ekspresi yang berbeda untuk menunjukkan eksistensi mereka, kalau kamu memang suka dengan yang namanya politik, hobi turun kejalan mengkritisi pemerintah, diskusi membangun gerakan dari lembaga politik kampus, BEM bisa jadi pilihan yang tepat. Tapi bukan berarti semua gerakan hanya bisa dibangun dari BEM. Kamu bisa memulai dari sesuatu yang kamu suka seperti yang udah kita bahas sebelumnya. Ya! Benar sekali, passionmu akan membuatmu lebih semangat melakukan sesuatu. Siapa bilang musisi ndak bisa jadi aktivis lingkungan ? siapa bilang pelukis ndak bisa mengkritisi kkebijakan pendidikan ? siapa bilang klub bahasa inggrismu tidak bisa membuat acara cultural understanding yang bisa ngurangin tawuran dan kenakalan remaja. So?? Stop berfikir bahwa gerakan di kampus itu melulu hanya dibangun dari BEM, dan jadi aktivis itu melulu identik dengan orang yang suka demo, itu mindset yang kuno banget kawand, udah ndak tren lagi di zaman sekarang.

Grassroots Understanding - Global Capacity 

Pernah denger gerakan Indonesia Mengajar ? itu lho ! gerakan yang ngumpulin dan nyeleksi anak-anak muda terbaik dari seluruh penjuru negeri untuk dikirim jadi guru SD di daerah terpencil selama 1 tahun. Apa sie maksud Anies Baswedan membuat gerakan ini ? jelas alasan pertama adalah untuk meratakan akses pendidikan dan memberikan inspirasi bagi anak-anak negeri yang kurang beruntung, namun ada alasan kedua, apa itu ?? yaitu menanamkan grassroots understanding di hati putra-putri terbaik negeri. Teman-teman, menurut saya ini menjadi point pertama yang harus dilatih dari para calon pemimpin negeri ini. Sehingga gerakan-gerakan baru yang kental dengan cirri khas social memerlukan ruang yang luas sebagai tempat ekspresi generasi muda. Kemampuan menganalisis akar masalah dan ide-ide kreatif penyelesaian masalah yang murah harus terus dilatih pada diri calon pemimpin kita. 
Saya membayangkan kelak pemimpin di negeri ini lahir karena kapasitas yang mereka miliki membuat mereka dicintai rakyat, mereka dikenal karena kemampuan mereka dalam menyelesaikan dan memakmurkan kondisi sosial. Bukan diisi oleh orang-orang langitan yang tidak pernah mengerti kapan rakyat menangis dan tertawa. Bukan pemimpin yang sibuk kampanye sebelum pemilihan. Tapi pemimpin yang diikuti dan diakui keberadaannya karena ia memiliki gagasan yang bernilai pembebasan. Bukan pemimpin yang terpaksa diakui sebagai pemimpin karena posisi mereka. Ia dikenal melalui karya, bukan dari kampanye ujug-ujug yang penuh huru-hura. Siapa pemimpin idaman itu ?? Itu adalah teman-teman, itulah “Agent of Change !”

Lampung Nunggu Kita Lho !

Sebagai seorang mahasiswa kenal dong dengan istilah Tri Darma perguruan tinggi ? itu lho yang point ketiganya adalah pengabdian masyarakat. Kalau ingat akan hal ini saya sering melamun membayangkan Lampung yang gemah ripah loh jinawi. Coba bayangkan, Unila memiliki 8 fakultas, mulai dari MIPA, Kedokteran , KIP, Pertanian, Hukum, Isip, Ekonomi, dan Teknik. Dalam setahunnya melakukan upacara pelepasan selama 4 kali, berapa ribu ahli yang telah dilahirkan, berapa ribu pemuda bersemangat yang siap membawa perubahan telah dilahirkan. Belum lagi setiap tahunnya Unila mengirimkan tidak kurang 8000 calon sarjananya melalui program KKN. Seharusnya tak ada lagi predikat provinsi termiskin, seharusnya tak ada lagi angka buta huruf, seharusnya tak ada lagi pelanggaran hukum, seharusnya pariwisata kita berkembang pesat, seharusnya pertanian kita meberikan hasil panen yang melimpah, seharusnya tak ada lagi kemacetan di tengah kota, seharusnya tak ada lagi sawah kekeringan. Namun kenyataan berbicara tentang kondisi yang sesungguhnya, bukan tentang seharusnya yang selalu kita andaikan. 
Apa yang salah ? apakah para sarjana ini dididik oleh akademisi-akadeemisi bodoh? tentu tidak! mereka ahli-ahli berfikir di provinsi Lampung. Lalu apa yang sama-sama menjadi PR besar kita ?
1. Anak-anak muda ini, putra-putri penerus negeri ini dididik dengan kurikulum yang lebih menekankan pada kognisi, mereka begitu ahli pada tahan teori, namun itu hanya sebatas “wacana adalah bencana”, mereka tidak terbiasa dididik untuk mengaplikasikan ilmu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. 
2. Kita dicetak untuk menjadi robot yang siap memenuhi tuntutan lapangan pekerjaan di institusi-institusi, sehingga hampir semua dari kita berorientasi pada IPK kosong tanpa gagasan. 
3. Universitas kurang dalam mengimplementasikan tri darma perguruan tinggi. Kurang melatih mahasiswanya untuk melakukan hal sederhana dalam rangka menyelesaikan masalah social yang ada di lampung, bayangkan, dalam setiap angkatanya, Unila menerima tidak kurang dari 8000 mahasiswa, jika setiap dua orang dituntut untuk membuat karya sederhana(taman baca, pertanian holtikultur, pengomposan sampah, dll) dalam rangka mengaplikasikan ilmu mereka untuk Lampung, akan ada 4000 karya baru setiap tahunnya. Saya yakin, kurang dari 20 tahun, lampung akan menjadi provinsi unggul.
4. Pemerintah kurang kreatif dalam memberdayakan generasi muda. Dalam satu sisi, bayak potensi dari provinsi Lampung yang belum tergali, masalah social yang belum terpecahkan, namun pada kondisi lain, banyak dari pemuda kita mengganggur atau mencari pekerjaan di Ibukota atau luar negeri. 

Untuk Mahasiswa Renungkan…

Kawanku… berapa besar SPP kita ? jika semua itu kita jumlahkan dan kita bandingkan dengan kebutuhan kita yang sesungguhnya di kampus ini, cukupkah itu ? lalu dari mana kekuranggannya ditutupi ? subsidi rakyatlah yang menutupinya, pajak rakyat yang membiayaimu. Tukang-tukang cendol, nelayan, petani, mereka yang membiayaimu. maka ingatlah kawandku, kuliahmu… untuk menyelesaikan masalah yang hari ini ada pada masyarakat kita, belajarmu adalah untuk mencari ilmu dalam rangka mengaplikasikannya kelak. 
Belajarlah… membaca realitas, belajarlah menjadi pribadi arif yang peka akan masalah, belajarlah untuk mencari ilmu, untuk sama-sama kita bangun Lampung kita, jadilah agent of change yang bisa memberikan sentuhan sederhana, ketika kau melihat anak-anak SMA tawuran, milikilah gagasan untuk mengadakan pertandingan olahraga yang sportif, ketika masyarakat kecil kesulitan pendanaan, milikilah gagasan kreatif seperti mendirikan koperasi. Ketika sampah menumpuk disetiap sudut kota, milkilah gagasan kecil untuk mengajak masyarakat melakukan pengomposan, sekedar mencukupi kebutuhan pupuk rumah tangga. Ada banyak ide-ide kreatif lain, yang saya yakin masih tersimpan dalam diri-diri teman-teman, melalui langkah-langkah kecil itu, perubahan besar bermula. Apalagi jika kita mampu mengimplementasikan seluruh ilmu yang kita dapat diperguruan tinggi ? Ah, aku tidak dapat membayangkannya, lampung akan menjadi apa. Selamat bergabung, agent of change ! Karena loe, asset paling berharga negeri ini.