Kamis, 30 Agustus 2012

Memiliki hidup yang berwarna memang menyenangkan, tidak hanya bisa bercerita di blog, namun juga memiliki banyak teman untuk share dan berbagi. Sehingga pergaulan kita lebih luas dan akan semakin berwarna.

Hal ini membuat saya teringat akan sebuah percakapan singkat ketika saya singgah dirumah teman saya beberapa hari lalu "blog kamu membuat saya envy, dulu pas S1 aktivitas saya tidak sebanyak itu", atau juga celetukan teman-teman ketika reunian di SMA, "aktivis banget Candra ini..." dan yang lebih unik lagi ini "ndak bosen tah Can, duniamu begitu saja dari SMA ???".

Mungkin saya akan mengurungkan niat protes saya ketika teman-teman memiliki makna aktivis secara luas, karena saya memang peduli dengan tatanan masyarakat dan pendidikan, namun jika hal itu mengerucut pada aktivis X yang berafiliasi pada sesuatu dalam tanda kutip "..........." sama sekali tidak. Penampilan boleh sama, ruh perjuangan ada beberapa yang beririsan, namun itu tidak bisa digunakan untuk menjudge saya bahwa saya adalah mereka.

Bisa dibilang, saya bukan siapa-siapa di kampus, hanya beberapa kali pernah menjadi staff BEM dan menggatikan teman saya yang anggota DPM selama 3 bulan, dan pada akhirnya saya keluar karena benturan idealisme. 

Jika ditanya dunia saya yang begitu saja, saya justru merasa lebih berwarna. dulu saya di SMA terkenal sebagai anak ekskul yang prestatif, trus dikampus sempat mengenal dunia "kampus" dengan singkat dan mampir saja, maen bersama teman-teman klub bahasa inggris, malang melintang kerja, mulai dari radio, interpreter, hingga buruh bikin kue lebaran, setelahnya saya sempat runtang-runtung di dunia kreatif, hingga saya kenal parlemen muda dan memasuki alam gerakan sosial. tidakkah itu lebih berwarna dari sekedar mengejar IP dan organisasi untk menggenapi CV untuk mengejar karier selanjutnya ?

Sering juga banyak yang bertanya, sekarang aktivitas dimana ? ketika saya cerita dipesisir mereka langsung bertanya, dibawah lembaga apa ??? dan ketika saya jawab tidak ada, mereka seolah memicingkan mata. Juga ketika saya menggagas komunitas mahasiswa pringsewu, langsung ada yang nyeletuk "mau nyalon bupati ya ?"

Mungkin pertanyaan itu seperti sebuah angin lalu, namun bagi saya itu terdengar seperti judgement tentang siapa saya, "seorang aktivis, yang berafiliasi pada sesuatu, dan merintis karier sebagai politisi". tidak ! itu bukan saya.

Kalau saya terlihat aktif, itu tidak harus saya tergabung di banyak organisasi, bisa jadi saya hanya sedang bermain bersama teman-teman saya di organisasinya. Dan sama sekali saya bukan orang yang pragmatis, gila disimbolkan dan menjadi boneka. karena bagi saya pemimpin itu adalah orang yang jeli melihat keadaan dan bisa memberikan solusi, pemimpin itu adalah suatu sifat, bukan jabatan untuk bergaya-gaya. dan bagi saya aktivitas saya ya tempat untuk mengaktualisasikan diri supaya ilmu dan sumber daya dalam diri saya bisa mengentaskan permasalahan kecil di masyarakat, jadi ketika itu efektif, untuk apa bendera dan organisasi ??? bukankah ketika kita mati kelak hanya tiga yang dibawa "anak sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah ???"

Dan mungkin sudut pandang kita akan "definisi organisasi" juga berbeda, karena saya tidak pernah berfikir "organisasi mengganggu kuliah", saya menganalogikan bahwa itu adalah suatu kesatuan dalam hidup saya, aktivitas luar kampus-kuliah adalah kesatuan utuh untuk mencapai apa yang saya cita-citakan, menjadi insan pendidik yang bisa mengentaskan kebodohan dan pembodohan. ibarat sendok dan piring yang kita gunakan untuk makan. 

Saya sering merasa sedih atas kondisi, namun saya juga tidak menyalahkan siapa yang menjudge, mungkin lingkungan disekitar mereka pula yang menciptakan frame bahwa orang yang punya aktivitas sosial itu membangun basis untuk konstituen, berjilbab itu berafiliasi sama X, dan menyedihkannya lagi ketika saya diisukan mengkonsumsi uang ini dan itu. padahal bayar SPP saja selalu gelabakan.

Lalu siapa saya ??? seorang muslim yang ingin mengamalkan apa yang agama ajarkan, tentang aturan hidup yang utuh, bukan hanya sholat dan tilawah, tapi juga pendidikan, ekonomi, dll. Setidaknya saya memulai untuk yakin bahwa islam ini adalah jalan hidup yang benar.

Dan akhir kata, saya berharap sebagian dari kita berhenti men-judge politis teman-teman yang memiliki kepedulian sosial, siapa sie yang ndk merindukan tatanan hidup yang lebih baik, anak-anak bisa belajar, saling tolong menolong, petani-petani terkelola, ibu-ibu rumah tangga, perekonomian di rumah-rumah membaik. Apakah salah punya keinginan supaya saya, teman-teman, kerabat, dan keluarga saya bisa hidup dengan lebih baik ditengah kondisi yang membodohkan dan memiskinkan ini ??? Apakah itu sesempit mencari konstituen untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif ? Jika iya, bisa jadi itu berlaku untuk diri anda sendiri.

Senin, 27 Agustus 2012



Pada hari Sabtu, 4 Agustus 2012 yang bertepatan dengan tanggal 16 Ramadhan 1433 Hijriah, Komunitas Peduli Anak Lampung atau biasa disingkat dengan KAPAL mengadakan acara buka bersama di lokasi binaan mereka, Candi Mas, Natar, Lampung Selatan.

Acara buka bersama yang dihadiri oleh 43 anak tersebut terlihat lebih unik dari biasanya karena diramaikan oleh dongeng bunda Iin dari Komunitas Dakocan. KAPAL beranggapan bahwa metode pengajaran yang selama ini dilakukan disekolah kurang sesuai dengan atmosfir anak-anak yang tak lekang oleh tawa, canda, nyanyian, cerita, dan permainan. Anak-anak cenderung ditekan untuk belajar membaca, menulis, berhitung, dan dituntut untuk lulus ujian Nasional.

Berangkat dari keprihatinan itu, sekelompok anak muda yang berasal dari Universitas Lampung menggagas suatu komunitas anak yang mengedepankan pertumbuhan karakter, emosional, dan keseimbangan perkembangan intelegensi.

Metode bbelajarnya beragam, salah satunya dongeng. Sejauh ini dongeng terbukti efektif dalam mengajarkan anak tentang nilai-nilai kehidupan, dan terlebih lagi, sekarang relawan lebih kreatif dan bisa mengajarkan berhitung, bahasa inggris dengan dongeng. Metode ini lebih interaktif, ketika dipadu-padankan dengan lagu anak-anak dan dialog-dialog kecil.


Komunitas ini semakin melebarkan sayapnya dibawah bimbingan beberapa relawan senior seperti Hendry Pratam yang pernah menginisiasi komunitas kreatif bernama Bandar Lampung Kreatif Network.
Putri Ayu selaku koordinator KAPAL berharap kegiatan ini dapat ditiru oleh anak muda lain, sehingga pelan-pelan permasalahan yang ada disekitar kita memiliki solusi kongkrit "kalau tidak mulai dari sekarang, kapan lagi ?" ujarnya di sela-sela acara buka bersama.



Voila ! Para mahasiswa baru segera memasuki hiruk pikuk dunia kampus ! Banyak yang bilang kampus adalah SKS dan IPK, namun mereka salah, karena tempat ini jauh lebih menarik dari itu. Tempat ini ada jembatan yang lebih kokoh dari Golden Gate atau lebih fenomenal dari JSS, karena tempat ini yang akan menjembatani hidupmu menuju dunia nyata yang akan kau arungi hingga maut menjemput kelak.


Rasa haru dan bahagia tak menentu mendera, dihiasi sambutan dari kakak tingkat yang mengajarkan kita yel-yel, menyuruh kita berpita warna-warni, bertopi aneh-aneh, memakai tas kardus, kaos kaki beda warna, atau sederet hal-hal yang tidak jarang kalian merasa di bully oleh mereka.

Beberapa tempat mencoba menghapuskan aktivitas perploncoan, karena tidak jarang berakhir tragis, sebut saja IPDN yang telah menewaskan beberapa prajanya.

Itulah kampus, dan bullyan dari kakak tingkat belum seberapa dari apa yang akan kau hadapi selanjutnya. Karena tak lama dari itu kau akan merasa menjadi wanita atau laki-laki dewasa, sibuk berdandan ala stereotype revlon, kurus, putih, tinggi, dll. Untuk kedua kalinya kau telah di bully. Untuk apa kau harus menyiksa dirimu tidak sarapan karena terlihat sedikit gendut, untuk apa kau harus mati-matian luluran tiap hari supaya lebih putih. kau telah di bully oleh tren masa kini kawand !

Seminggu setelahnya kau akan mulai belajar, mengenal dosen-dosen baru, tak sedikit dari mereka yang berkata, lulusan kami sudah bekerja disini, disitu, dengan jabatan ini, jabatan itu. Tapi nyaris tidak ada yang berkata, lulusan kami telah melakukan banyak perubahan. Berhasil mengentaskan 10.000 buta huruf, membangun wirausaha untuk 100.000 masyarakat desa. Lagi-lagi kau telah di bully ! dan diajari mengukur segalanya dengan materi.

Semakin hari semakin banyak kau rasakan, ketidaknyamanan nurani, namun kau juga tak punya kuasa untuk melawan. Tapi bagi mereka yang belum mengenal apa itu "grassroot understanding" tidak pernah sadar kalau indonesia ini dibodohkan, masyarakat kita dimiskinkan. Mereka merasa baik-baik saja, mengejar prestasi dan karier pribadi. Sungguh, jika mahasiswa baru itu aku. Tak ingin aku di bully seumur hidupku !!!
28 Agustus 1990

Ia lahir dengan cara yang biasa, memanggil bidan kerumah untuk menyambutnya hadir didunia, tidak mengenal rumah sakit, apalagi operasi sesar. Lahir dari ibu yang biasa-biasa saja, mahasiswa jurusan matematika tingkat akhir dari sebuah universitas swasta biasa di kota kecil yang biasa pula. Ayahnya juga hanya lulusan SMA biasa. Berprofesi sebagai buruh tukang dari rumah kerumah, serba biasa, satu-satunya hal yang terlihat luar biasa adalah namanya. “Raisa”, nama yang terbiasa dipakai oleh perempuan. Ia laki-laki, tapi ayahnya memberi nama ini, gubahan dari kata “rasa” dalam bahasa Indonesia, si pemberi nama berharap anak ini bisa memahami “rasa” dalam hidupnya kelak.

***

28 Agustus 1991

Ia tumbuh seperti anak-anak biasa, dibawah asuhan khas ibu-ibu di desa, belajar tengkurap, duduk, rambatan, berjalan, hingga berlari. Happy birthday !! satu tahun ia menjalani kehidupan normal yang biasa dilalui oleh bayi-bayi lainnya. Baru belajar berbicara seperti anak-anak lain, berceloteh, sesekali memegang pinsil dan melukis garis-garis yang begitu biasa bahkan seperti tak bermakna, ia hanya ingin menulis, tapi tak tau apa itu menulis. Ia mengenal buku, tapi tak tau apa itu buku, ia merobeknya, seperti yang dilakukan anak-anak kecil sebayanya.

***
28 Agustus 1994

Ia masuk TK ! Raisa Putra Wibawa sudah bersekolah, sama seperti anak lainnya, mengenal A hingga Z, dari 0 hingga 9, dari kepala pundak lutut kaki hingga kasih ibu kepada beta. Setiap jum’at pagi senam bersama dan siangnya makan snack-snack ringan yang sebelumnya dibuka dengan do’a Allahuma bariklana fiima rajaktana waqinaa adzabannar. Setelahnya ia pulang beramai-ramai dan bersama-sama dengan yang lainnya. Teman-teman sebayanya.

***

28 Agustus 1997

Ia tak lagi belajar sambil bernyanyi, ia tak lagi cengeng, berseragam merah hati dengan gagahnya, nilai matematikanya biasa-biasa saja, berkisar dari enam hingga tujuh, tak jua bertambah, terkadang ayahnya dibuat emosi kala mengajarinya, apalagi ketika diajak membaca, ia begitu malas, sering ia menceritakan gambar apa yang dilihatnya, bukan apa yang diceritakan oleh kata-kata yang terangkai disana. Ingin tumbuh menjadi anak sholeh seperti anak-anak lainnya, ayahnya memasukkannya ke TPA, tepat kemarin malam ia diwisuda, nilainya benar-benar biasa, tajwid, siroh, fiqh, do’a-do’a pukul rata pangkal enam, hanya beda tipis antara enam koma dua hingga enam koma tujuh. Ayahnya begitu sabar menanamkan aqidah, karena menurut sang ayah, itulah bekal terpenting untuk hidupnya kelak.

***
28 Agustus 2003

Kini ia sudah remaja, sama seperti orang tua lain, ayah dan ibunya berharap ia rajin belajar dan berprestasi, alangkah senangnya kedua orangtuanya ketika mengetahui ia terpilih mewakili olimpiade fisika disekolahnya, berharap pulang membawa medali emas. Tapi ternyata keliru, Raisa sama sekali biasa, ia terpilih karena ada kursi kosong dan tidak ada yang menempati, sebuah kebetulan belaka ! untuk sekedar numpang nama sebagai peserta olimpiade fisika tingkat SMP. Ha ha ha… Raisa masih belum berubah.. dia benar-benar biasa.. satu-satunya hal yang luar biasa adalah namanya yang anggun itu.

***


28 Agustus 2008

Ditengah hiruk pikuk pengumuman hasil UN SMA, ia tersenyum seperti biasanya, memasrahkan nasib, karena ia tau ia benar-benar tidak bisa Fisika, jika tidak lulus, berarti ia masih bisa bermain basket dilapangan sekolah, lari pagi bersama teman-teman satu kosan, dan bertemu dengan Pak Guwadi, guru SMA kesayangannya itu. Namun takdir Ilahi berkata lima koma lima, ia lulus dengan nilai Fisika lima koma lima dan masuk diperguruan tinggi didaerahnya yang dipandang biasa oleh teman-teman SMAnya. Ia berkuliah di FKIP yang konon katanya grade’nya tidak setinggi Kedokteran, Hubungan Internasional, atupun jurusan lain, ia berfikir begitu sederhana, juga memilih jalan hidup yang sederhana, ingin menjadi guru, mengajar di desa, memiliki rumah kecil dengan halaman luas dan setiap sore anak-anak dan remaja datang kesana untuk belajar sambil bermain dan bercengkrama diantara bunga-bunga yang mereka tanam dan rawat bersama-sama.

***

28 Agustus 2011

Lama dan orang tuanya sudah bertanya setiap ia pulang, kapan kamu lulus ??? teman-teman sebanyanya sudah lanjut S2 atau mendapat pekerjaan yang mapan dengan gaji yang menjanjikan. Beberapa diantaranya yang belum lulus juga memang sengaja membangun karier politik untuk kemudian melonjat menjadi anggota legislatif atau pejabat eksekutif. Dia benar-benar biasa, IPKnya pas-pasan, tanpa alasan padat organisasi atau kerja, sering diledek oleh teman-temannya sebagai koordinator PMDK alias persatuan mahasiswa dua koma. Organisasipun tak seberapa, beberapa kali tercatat sebagai staff Badan Eksekutif dan terakhir ia mundur dari keanggotannya sebagai anggota perwakilan mahasiswa. Ia memutuskan berhenti berdemo dan menjadi aktivis mahasiswa, sama sekali berbeda dengan presiden mahasiswa yang dikenal dan dielukan banyak orang, yang selalu menjadi sebuah icon perjuangan. Hanya sesekali ia bermain ke pinggir kota, bernyanyi dan bercerita bersama anak-anak disana. Tak sedikit yang menyayangkan perbuatannya itu, buang-buang waktu, bukan suatu aktivitas yang mengahasilkan pengakuan publik. Tidak jelas apa yang ia dapat, sibuk, namun tak ada hasil. Sama sekali tak kumengerti akan jalan pikirannya yang begitu biasa !



***

28 Agustus 2015

Bongkahan salju bulan Agustus di Kolumbia yang begitu putih membuatku tinggal dirumah lebih lama, cuacanya lebih hangat ! hari minggu biasanya kami habiskan untuk berkeliling atau berkunjung kerumah teman, tapi dinginnya cuaca membuat kami enggan keluar. Aku seharian dirumah, dan yang paling tidak mengenakkan aku ribut dengan suamiku dari pagi. Tak begitu penting apa masalahnya, hanya saja ia terlalu biasa, ketika melakukan kesalahanpun tidak bilang ma’af dan menganggap hal itu sederhana, tidak perlu diperumit. Aku diam seharian. Malam harinya aku berniat tidur cepat dan masih belum angkat bicara. Hingga aku menemukan sebuah kotak berbungkus kertas kado berwarna putih dan berpita hijau. Setelah kubuka ternyata berisi sebuah buku harian yang menceritakan hari-hari penuh warna bersama seorang istri yang ia jumpai lima bulan lalu. Aku membaca perlahan hingga tenggorokanku tercekat pada kalimat “hari ini kami bersama namun jauh, kami dekat namun tak ada tawa, kemarin aku menghapus tugas kuliahnnya secara tidak sengaja dan alhasil hari ini aku tak ditegur sampai sore ! padahal niat bercanda, mohon ma’af ya istrikuuu….” Kulihat didasar kotak ada sebuah CD berisi tugasku ! dasar garing !! gak romantis sama sekali. Norak ! benar-benar biasa dan kutinggal tidur begitu saja.
***

28 Agustus 2018

Tak ada lagi salju, tak ada lagi pertengkaran, kami kembali keIndonesia yang hangat dan ramah, rumah kami juga hangat karena ramai diwarnai oleh tawa anak-anak. Bukan hanya anak-anakku, tapi juga anak-anak tetangga dan anak-anak lainnya. Rumah kami kecil, halamannya luas, suamiku merintis yayasan sendiri dan menolak untuk berkiprah dikancah politik, beberapa kali diminta menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi swasta ia juga menolak. Juga ketika ada yang menawarinya pindah ke Ibukota, ia memilih untuk hidup di daerah “Ada yang salah dengan pendidikan negeri ini, dan aku ingin melakukan perubahan sebelum aku mati” ujarnya padaku. Bisa diakui hidup kami biasa-biasa saja, saya juga tidak protes, karena itu sudah resiko dinikahi orang yang biasa-biasa saja. Ia sibuk mengurus yayasannya sendiri,  kecil-kecilan, mulai dari lembaga zakat, BMT, taman baca, komunitas anak muda, hingga pemberdayaan tetangga kanan-kiri. Kami memproduksi komoditas lokal. Mengembangkan sebuah konsep education tourism.

***

28 Agustus 2030

Tak pernah kubayangkan ini sama sekali, berdiri diantara pemimpin dunia, mewakili dunia islam, mengutarakan sebuah gagasan tentang pendidikan, sumber daya manusia, dan kesejahteraan. Bagaimana sebaiknya anak-anak usia dini dididik, bagaimana mengarahkan remaja, dan bagaimana masyarakat biasa bisa berdaya guna begitu maksimal dan saling mensejahterakan. Ini semua berbicara tentang counter proposal pendidikan yang salah. Ini berbicara tentang pendidikan yang membebaskan. Raisa benar-benar bisa merasakan “rasa”. Merasakan apa yang dirasakan masyarakat, dan merasakan apa yang sebaiknya dilakukan. Ia memilih jalan hidup yang biasa dan sederhana, sama sekali bukan siapa-siapa, karena ia hanya mensyukuri “potensi kecil dalam dirinya” dan melakukan kebermanfaatan atas apa yang ia punya. Seharusnya teman-teman yang dulu memiliki IPK lebih besar darinya, terlahir dari keluarga kaya, menjadi icon aktivis, mampu memberikan sumbangsih yang lebih besar dan menjadi sangat fantastis. Bukankah ketika mati semua hal terputus kecuali 3 hal, anak sholeh, amal jariyah, dan ilmu yang bermanfaat. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan ? Menjadi istri seseorang yang “biasa” benar-benar menjadikanku seorang Ny. Assyifa Wibawa yang luar biasa. Thanks God !

Sabtu, 11 Agustus 2012

Seri Ramadhan #14

Pagi ini Allah benar-benar menegur saya, dan mempertanyakan keyakinan saya akan eksistensiNya. Usai saya menulis blog yang berjudul "do'a dong Can ! apa sie yang Allah ndak bisa ?" saya langsung mencari headset saya dan mendengarkan radio melalui handphone. Ibarat sebuah teguran dariNya, ketika saya menghidupkan radio saya langsung disuguhi oleh lagu yang mengisahkan do'a sholat dhuha... tentang sebuah rezeki yang diminta untuk diturunkan dari langit, dikeluarkan dari bumi, dimudahkan datangnya, dan didekatkan untuk kita... sudah baikkah dhuha saya selama ini ??? bahkan sering saya lalaikan begitu saja. sholat wajibpun saya tunda.

Selanjutnya disambung dengan cerita seorang ibu yang mual-mual kemudian diperiksakan ke dokter oleh suaminya dan Subhanallah... si ibu hamil. Ya ! Selamat, kata si dokter, mereka akan dikaruniai seorang anak, sebuah amanah baru untuk keduanya. Si dokter tidak lupa memberikan nasihatnya bahwa "amanah akan diberikan pada orang yang pantas". Anak yang sholeh, harta, dan semuanya akan Allah amanahkan pada orang yang pantas. Deeeggg.... "sudah pantaskah saya diamanahkan apa yang saya pinta ???" 

Memimpin suatu organisasi atau komunitas saja sering saya lalaikan, apalagi amanah dari Allah ??? dan permohonan saya tidak tangung-tangung, saya ingin memperbaiki sistim pendidikan yang lebih islami di dunia. sudahkan saya hidup islami ? sudahkah saya membaca al-qur'an ? sudahkah saya tau apa itu pendidikan islam ??? ya Allah... betapa hambaMu ini bodoh.

Bank gayung bersambut, setelahnya dilantunkan sebuah lagu dengan syair "alangkah indah orang yang bersedekah,........................."  orang yang bersedekah akan lebih dekat dengan Allah, orang yang bersedekah tidak akan mengurangi hartanya, orang yang bersedekah akan dimudahkan. Ya Allah...


Ya Allah, janganlah RamadhanMu cepat berlalu, berikanlah aku waktu untuk bertaubat padaMu. ya Rabb bagaimana aku bisa dibilang beriman dan mengakui eksistensiMu ketika aku tidak mengimani aturan-aturan yang telah engkau tetapkan. Iqra ! Bacalah ! bacalah atas nama Tuhanmu !!! yang telah menciptakan manusia dari.... begitulah Ia memerintahkan kita untuk membaca pada ayat pertama yang ia turunkan. Ia menegaskan bahwa Allahlah pencipta kita, jadi sudah saatnya juga kita meyakini aturan-aturannya di dalam Al-qur'an... Bismillah, mari kita perbaiki diri agar layak menerima amanah dariNya.

Seri Ramadhan #13


Setelah belum lama ini beberapa teman saya melaksanakan umroh, tiba-tiba seorang kakak kelas saya zaman SMA dulu yang bernama "mb aulia" membahas hal ini dengan teman saya yang bernama "yusuf" disebuah situs jejaring sosial bahwa ia akan umroh tahun depan dan akan pergi haji tahun depannya lagi. Kontan kala itu saya mengetik sebuah komentar "kok orang-orang pada gampang banget ya berangkat umroh ? memang total habis berapa sie ?"

Pembahasan itu begitu asing ditelinga saya, apalagi setelah menginjak tahun keempat saya di Universitas Lampung yang membayar SPPpun selalu nunggak dan tidak berani lagi meminta pada orang tua, belum lagi biaya hidup dan kos-kosan. Jangankan sampai berfikir umroh, bisa menyelesaikan kuliah dengan baikpun sudah luar biasa.

Apalagi teringat beberapa hari yang lewat ketika saya begitu bersemangat mengikuti ajang Model United Nation, saya berfikir itu hanya mimpi belaka. Ambil satu contoh, Indonesian Model United Nation yang digelar di Jakarta. Setelah berkecibu meminta permohonan bantuan dari kampus, tidak juga mendapat bantuan akomodasi dan registrasi, hampir saya mundur dan memilih didiskualifikasi. Saya benar-benar seperti bermimpi di siang bolong ketika berharap bisa menghadiri konferensi WorldMUN ataupun GlobalMUN dengan 2000 delegasi dari seluruh dunia tahun ini.

Pagi-pagi setelah bangun sahur saya benar-benar dihantui oleh kemungkinan diskualifikasi. Saya tidak boleh menyerah, sudah susah payah saya sampai pada tahap ini. Ditengah inisiatif saya untuk mengajukan permohonan kelonggaran pembayaran kepada general secretary'nya, iseng-iseng saya membuka FB dan melihat balasan komentar dari mb Aulia, "do'a dong Can ! apa sie yang Allah ndak bisa ???"

Deggg.... saya sering berkata, jangan pernah anggap Allah berkemampuan sama dengan kita, ia Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui bagaimana harus merawat ciptaannya itu. Saya benar-benar tersadar kalau ternyata saya sendiri belum bisa mengimplementasikannya. Secara tidak sengaja saya menganggap Allah berkemampuan yang sama dengan saya. 

Ya Allah, sesungguhnya saya ingin bergabung di konferensi itu dan melihat pola pikir pemuda-pemuda dari seluruh dunia, saya ingin menjadi ahli pendidikan yang bisa memberikan kebijakan untuk dunia nantinya, saya ingin menyelesaikan study saya, saya ingin kerumahmu di Makkah bersama kedua orang tua dan adik-adik saya, saya ingin memiliki sebuah socialenterprise yang foundationnya mampu menyumbang bermilyar-milyar untuk mengentaskan masalah pendidikan. Ya Allah begitu banyak pintaku, namun sedikit sekali syukurku, dan kadangpun aku terlupa untuk bersyukur. 

Pagi ini saya berkesimpulan untuk senantiasa berhusnudzon kepada Allah, saya hanya berikhtiar semaksimal mungkin, karena Engkau Maha Tau apa yag terbaik untuk ciptaan-Mu. Toh jika saat ini saya belum bisa menghadiri simulasi itu, suatu hari nanti saya akan duduk dalam forum internasional yang sesungguhnya untuk membahas kebijakan pendidikan bagi anak-anak diseluruh dunia, semoga Allah mengizinkan. Amin...