Jumat, 28 September 2012


Nama saya Candra, mahasiswa tingkat tiga pendidikan bahasa inggris, Universitas Lampung. Ini kisahku hari ini, mungkin begitu sentimentil, karena saya sedang sakit hati, dan setelah saya menangis akhirnya saya berkesimpulan, inilah titik balik saya !

Dulu dikala kecil saya sering juara kelas, tapi dirumah saya terkenal lelet dan cengeng ketika memiliki masalah, tak jarang jika orang tua saya berkata ‘kamu itu pinter tapi bodoh !’ kalimat itu begitu melekat bagi saya dalam angan dan cara saya memandang hidup. Sampai ketika saya melihat adik ibu saya yang kuliahnya brilian namun hidupnya terkadang merepotkan, juga para sarjana di kampung saya yang pada akhirnya merepotkan. Akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada yang salah dengan pendidikan ini, mereka itu orang-orang yang cerdas di kampus, tapi bodoh dalam hidup, seharusnya tidak begitu, bukankah sekolah itu mengajarkan mereka ilmu sehingga menjadi insan yang lebih terdidik ? 
  
Saat kuliah di bahasa inggris saya sering memiliki ide-ide liar dalam mengerjakan tugas, salah satunya ketika ada tugas semantic, saya mengaitkan antara logika bahasa dan bahasa berita, namun yang diinginkan oleh dosen saya tidak begitu, kami hanya diminta membahas hal-hal dasar seperti metonimi, saat itu gagasan saya yang jauh dari sempurna itu mendapat nilai C. saya berfikir, untuk apa kita mempelajari ilmu, jika ujungnya hanya untuk memenuhi file otak ? bukankah sudah sewajarnya ia dibelanjakan menjadi gagasan yang nantinya eksis dalam masyarakat. 

Merasa lelah tidak terakomodir dalam kampus, saya mencoba mencari dari luar. Akhirnya saya mengenal sosok-sosok inspiratif seperti goris mustaqim, ridwan kamil, sandiago uno, erie sadewo, iman usman, anies baswedan, dll, orang-orang yang mampu menterjemahkan ilmu kedalam dimensi kebermanfaatan dan perubahan. 

Apa hubungannya dengan dendam saya hari ini ? beberapa waktu yang lalu saya lolos seleksi 2 event, Indonesia model united nation dan global youth cultural summit. Mungkin sebagian orang menganggap IMUN sebagai perlombaan belaka, tapi itu menjadi ajang bagi saya untuk bertukar gagasan dengan para diplomat muda mengenai isu MDG yang nantinya akan saya combine dengan project social saya di lampung untuk dibawa kedalam ajang GYCS yang mengikutsertakan 400 pemuda dari seluruh dunia itu. Tidak biasanya saya berharap pendanaan dari kampus, namun karena teman saya mengajak untuk mengajukan proposal, maka saya mencoba, toh apa yang saya cita-citakan ini beririsan dengan tri darma perguruan tinggi, mengapa tidak berkolaborasi saja ?

Hari dimana saya berkomunikasi dengan prodi saya dilempar ke jurusan dan fakultas, ketika difakultas saya dilempar ke universitas. Di universitas saya dijanjikan akan dibantu dengan nominal tertentu dan diberi note untuk kembali ke fakultas, difakultas akhirnya saya mendapat nominal tertentu dan dari universitas mendapat nominal separuh dari yang dijanjikan. Saya kecewa berat. Sebagai anak muda yang belajar di kampus ini saya ingin dihargai sekali saja, saya ingin diajarkan bagaimana mengembangkan gagasan, saya ingin terfasilitasi dan berkolaborasi dengan kampus untuk menginspirasi masyarakat Lampung. 

Namun kembali kampus tidak bisa disalahkan, karena saya juga tidak berkomunikasi terkait gagasan saya seutuhnya, karena menyadari hal itu maka saya berjanji dalam dua bulan untuk menyelesaikan master plan yang akan saya bawa ke GYCS dan pada akhirnya akan saya copy untuk beberapa orang strategis di Universitas Lampung. Dengan sebuah pesan tersirat ‘izinkan saya memiliki gagasan dan menjadi ridwan kamil baru, anies baswedan baru, dan sosok-sosok lain yang mampu menterjemahkan bahasa ilmu kedalam dimensi perubahan.   

Tidakkah indah ketika kita tidak harus mewarnai bunga dengan warna merah, atau sekedar menggambar air mancur ketika diperintah menggambar monas, atau ketika ditanya kenapa matahari menyala kita menjawab karena banyak lampunya. Saya memang tidak sesempurana bapak-bapak yang sudah duduk disana, namun proses belajar dan menghargai gagasan adalah asset terbesar dalam dunia pendidikan. Toh, kita juga tidak pernah tau kalau pada akhirnya anak yang menjawab matahari menyala karena banyak lampunya bisa menciptakan matahari buatan untuk menjemur hasil pertanian di hari depan nanti. Stay strong !

Jumat, 21 September 2012

Is there any body here ???
We plan it together but where are u ??
It is not about physical absent, but in a case of responsibility...

Perasaan sepi bagi sebagian aktifis bukan lagi hal yang asing, bahkan sebagian besar mulai terbiasa. Bahkan beberapa memiliki motto "lebih baik terasing dalam kesendirian dari pada menyerah pada kemunafikan"... atau sebagian besar aktivis-aktivis masjid bermotto, "islam itu datang dalam kondisi asing dan akan kembali terasing...". Rasa sepi itu juga yang akhir-akhir ini saya rasakan. namun saat belum mencapai level tinggi seperti para aktivis kelas kakap, karena saya juga mengenal dunia aktivis baru kemarin sore. 

"Na.., aku merasa sendiri lho...." ujarku pada salah satu teman kos pada suatu pagi... Ratnapun menjawab dengan bijak "saya sudah terbiasa.. karena kita tidak bisa berharap pada manusia...". 

Kesepian saya memuncak, ketika dulu kami berkomitmen bersama untuk membangun komunitas anak-anak, saat itu saya yang sedang membangun project parlemen muda dan saya kesampingkan dulu untuk memulai hal ini, sehingga bulan-bulan selanjutnya sudah tinggal cover oleh teman-teman dan saya bisa fokus dengan project saya. Sesampainya disini, entah tak bisa disalahkan juga, karena setiap kita memiliki kesibukan, beberapa diantaranya hadir secara fisik, sumbangsih untuk menanggung pemikiran menjadi berkurang, sebagian ada ini dan itu, dan puncak diatas puncak adalah ketika komunitas yang saya maksudkan untuk mengisi kekosongan teman-teman, hari ini saya merasa sendiri disini karena mereka disibukkan dengan dunia barunya, sementara saya keteter dengan beberapa project yang mau tidak mau harus saya handle dulu...

Sejauh ini saya terkenal kurang dewasa dalam menyikapi organisasi, kali ini saya mencoba diam dan menjadi seorang kakak yang baik. Beginilah rasanya ketika ia hadir kehadapan kita dengan tawa lain, meminta bantuan kita untuk gerakan lain, padahal disini saya sedang terdiam dalam bisunya hati. 

Allah memberikan teguran dengan caranya sendiri, saya menjadi teringat momen satu tahun yang lalu, saat saya belajar pada seseorang dan saya pergi begitu saja, inilah rasanya menjadi beliau yang telah sepenuh hati. Mungkin sebuah sms ma'af tak bisa menembus rasa hampa ini. dan inilah cara Allah menegurku, untuk memiliki etika belajar yang lebih baik... 

Masih dengan cerita satu tahun lalu, alur dan settingnya juga sama, begitu juga aktornya, hanya berpindah generasi saja. Saat itu saya memutuskan untuk mengikuti alur belajar yang baru dan ternyata tak ada tanggung jawab akan itu. 

Hari ini saya mengerti dua hal, kita tidak bisa berharap pada manusia, karena manusia itu gudangnya khilaf, kita lahir dalam kondisi sendiri dan akan mati sendiri pula, Allahlah satu-satunya yang abadi. Yang kedua adalah sebuah etika belajar, terlebih dalam dunia gerakan, sesuatu yang dimulai dengan baik, harus diakhiri dengan baik, betapa pemaafnya orang tersebut, karena hidup adalah hukum kausalitas, ketika kita meninggalkan harapan orang, orang juga akan meninggalkan harapan kita.

Mencoba menarik kesimpulan yang dewasa dan sikap yang lebih bijak. Menjadi seorang kakak yang lapang dada. pergilah... tapi janji kau hrus lebih baik disana, jangan pernah kembali dalam kondisi menyedihkan. Jika dulu aku terlantar dan bangkit sendiri, kini kau pergilah kesana dan menjadi besar.

Bisa saja sejarah terulang...
Namun kau dan aku berada dalam dimensi waktu yang berbeda...
Ukirlah perubahan..
Karena kau insan yang merdeka..
Saat kau pertama datang dan aku menolak...
Saat ia sebutkan namamu...
Dan kini tiba saat kau kembali pulang...
Selamat tinggal kisah dalam satu episode perjuangan...
Selamat datang pagi !


Mungkin saya bukan orang yang tepat untuk berkata , kuatlah !!! namun terlarut dalam rasa sendiri dan hampa bukan pula pilihan yang baik... bangkitlah dan buat tim baru, senyum senyum penuh harap dari masyarakat menantimu selalu. mari kita tutup dengan statement dari teman saya tadi "jangan berharap pada manusia......" Keep move on kawand !