Minggu, 25 November 2012


Cerita ini saya dapatkan dari blog teman saya dan saya tak dapat menahan air mata ketika membacanya...

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun- tahun telah lewat,tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru
kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama,saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.

Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Beberapa orang senior saya dikampus menjuluki saya sebagai seorang yang idealis dan mengakar, atau kadang idealis yang tak kunjung habis. Sebenarnya itu bukan sebuah julukan yang bernada positif, namun lebih pada sindiran karena beberapa kali saya mendapat tawaran strategis namun saya tolak, karena saya adalah mahasiswa yang seharusnya berfikir dan bertindak sesuai dengan budaya ilmiah dan bukan oleh kepentingan kelompok. Saya akan mengatakan itu salah walau akibatnya saya dieliminasi dari kelompok tertentu.

Satu minggu yang lalu, tepatnya pada aksi solidaritas Perempuan Lampung dalam penggalangan dana untuk palestina, saya menjadi agigator. Dan unikanya ada salah satu partai yang tergabung dalam aksi tersebut. Dan tepat sesuai dugaan saya, beberapa orang mencoba menghubungkan antara gaya penampilan saya dengan afiliasi politik saya. ya... itu sama sekali tidak benar. Dan mungkin karena perasaan saya saja atau bagaimana, saya merasa ada beberapa orang yang terlihat aneh memandang keterlibatan saya dalam acara tesebut. 

Sebagai seseorang yang mencoba peduli dengan masalah kemanusiaan seperti pendidikan, kemiskinan, sampai saya ikut konferensi A, konferensi B, membahas masalah Afrika hingga Indonesia, akan sangat janggal ketika saya berdiam diri dengan fenomena yang terjadi di Gaza, hal inilah yang membuat saya mengiyakan ajakan teman saya untuk setting aksi dukungan ke Gaza. Sebenarnya saya menginginkan adanya piagam dukungan untuk masyarakat Gaza dari tokoh-tokoh Lampung, namun hal itu tidak disepakati oleh para anggota setting aksi yang lain. Dan sampailah pada kesepakatan bahwa anggota aksi adalah seluruh ormas perempuan.

Sampai di Lampangan, bergabung lagi beberapa organ, termasuk partai politik, yah.... visi pribadi saya adalah saya berjuang untuk kemanusiaan, jika ada organ atau kelompok yang memiliki visi yang sama ya kita sah-sah saja untuk bertemu pada tataran nilai. Dan alhamdulillah.... aksi itu berhasil mengumpulkan 14 juta dan 5 gram emas plus... plus... dalam waktu kurang lebih 90 menit. 


So, the only reason is #save humanity... tidak lebih dari itu, dan saya harap jangan menghubungkan gaya penampilan saya dengan kelompok tertentu, begitu juga ketika saya salut atas Mursi dan Erdogan atas diplomasi mereka untuk Israel-Palestina, ya tidak lebih karena saya memandang mereka sebagai seorang pemimpin muslim... Dan untuk teman-teman dari kelompok tertentu yang tidak nyaman dengan keberadaan saya disana, saya mohon ma'af karena lagi-lagi the only reason is #save humanity... ketika saya dan kelompok anda memperjuangkan nilai yang sama.. ya it's okay kita bertemu di lapangan, dan saya akan tetap belajar menjadi intelektualis yang independent dan mahasiswa yang mecoba hidup dengan budaya ilmiahnya.... yah, dengan segala konsekuensi julukan pastinya... Insyaallah...

Sabtu, 24 November 2012


Selamat hari guru...!!! yah... tempo hari Ovin melalui HIMA HI ngadain seminar MUN di auditorium perpus Unila, seminar yang diisi oleh saudara Fahmi dari 7th floor cunsulting itu berlangsung haru biru. Terutama bagi saya, karena tempo hari Ovin meminta bantuan saya dan Rio untuk deklarasi Lampung MUN Club plus berkali-kali Ovin meminta saya untuk mengajak teman-teman, sayapun mulai usil untuk mengajak muri-murid saya di tempat kursus. Dan uniknya murid saya itu sangat antusias dan sempat bolos sekolah segala.

saking ambisiusnya, mereka datang jam 7 pagi. Malam sebelumnya, saya sempat menginformasikan bahwa tempatnya pindah ke perpus lantai 3. Namun mereka tetap menuju ke Rektorat. menurut cerita mereka sie sempat digigit nyamuk, dll. dan akhirnya mereka sampai juga ditempat acara, satua tau dua jam mereka masih antusias, namun setelahnya mereka bosen, ya wajar saja, karena bahasannya adalah teori diplomasi gaya mahasiswa.

Makan siang yang ditunggu-tunggupun tiba, untuk mengusir kebosanan saya mengajak mereka main game. Setelah itu masuklah ke sesi simulasi, mereka terlihat begitu takut-takut, akhirnya saya, Rio, dan Intan mencoba memotivasi mereka untuk berbicara ke depan, akhirnya setelah satu berani ke depan, dua lainnya menyusul. Yang paling seru adalah dimasa unmoderated caucus, mereka asik sekali mencari koloni dan mengajak kakak-kakak mahasiswa untuk bergabung dengan menggunakan bahasa inggris bilingual ala mereka, beberapa anak Hima HI hanya senyum-senyum saja melihat tingkah mereka.

Hal yang paling menyenangkan adalah ketika anak-anak itu berceloteh "miss, sebelumnya saya ndak berani ngomong didepan lho miss, tapi setelah ini saya berani miss", "miss gimana klo kita buat MUN club khusus anak SMP miss, nti kita yang jadi dias'nya miss", dan... "miss.... ini kaya mimpi saya tau miss, saya pidato di podium di depan bule miss...."


Hmmm..... Hari ini saya merasa ada dua hal kembali dalam diri saya, satu, saya bisa kembali berkumpul dengan komunitas anak-anak ESo dengan tergabungnya mereka di LampungMUNClub yang baru di deklarasikan, dan saya merasa bahagia menjadi seorang guru. Dulu saya selalu ingin menjadi yang terbaik dimasa remaja saya. Namun kebahagiaan itu berbeda sekarang, saya begitu terharu melihat anak-anak didik saya tumbuh dengan maksimal. Semoga Lampung MUN Club mampu memfasilitasi mereka untuk tumbuh menjadi pribadi yang bisa diandalkan oleh dunia ini di generasi mendatang. Amin. 

Finally, selamat untuk HIMA Hukum Internasional yang sudah sukses melahirkan Lampung MUN Club. Viva Justicia !






Beberapa hari yang lalu saya sempat dihubungi oleh salah seorang teman saya, lebih tepatnya beliau meminta bantuan kepada saya untuk membantu adik-adik pramukanya mengadakan aksi "Damai Lampungku". Adik-adik pramuka SMP 8 Bandar Lampung ini cukup lincah untuk anak seusianya. Sayapun cukup berdecak kagum dengan partisipasinya dalam menyuarakan perdamaian di bumi ruwa jurai paska konflik antar suku di beberapa tempat.

Sampai hari H saya dag dig dug luar biasa, lancarkah ??? dan alhamdulillah berjalan cukup lancar. Puluhan wartawan cukup aneh melihat peserta aksi yang masih kecil-kecil tanpa pendamping dari sekolah. Pak polisi yang biasaya garang dengan mahasiswa yang berdemopun kali ini terlihat begitu akrab. 

Aksi berlangsung selama kurang lebih satu jam di tugu adipura Bandar Lampung, beberapa anggota aksi memakai pakaian adat jawa, lampung, dan bali, sisanya membagi-bagi bunga yang terdapat stiker damai lampungku kepada para pengguna jalan.

Kisah saya dengan para adik-adik SMP 8 juga berakhir setelah aksi berakhir. Saya beraktivitas seperti biasa, namun tiba-tiba ada seseorang yang memberi kabar kepada saya bahwa adik-adik diundang oleh pak wali kota. Pikiran saya saat itu cukup optimis, yahhh.... mungkin akan dijadikan duta perdamaian. Namun sepertinya saya salah, setelah beberapa hari saya mendengar kabar lagi bahwa adik-adik terancam di-skors dari sekolah dan keputusannya ada pada dinas pendidikan kota Bandar Lampung. Terang saja saya cukup aneh, dan bertanya mengapa ? Alasannya adalah karena memalsukan tanda tangan dan stempel organisasi.

Sebuah alasan yang cukup aneh menurut saya, karena stempel dan tanda-tangan adalah masalah yang ada pada levelan ekstrakulikuler pramuka, mengapa bisa jadi mencuat sampai sejauh itu ??? Kalaupun pihak sekolah merasa tidak menerima permohonan izin dari siswa, apakah tidak sebaiknya diselesaikan pada level pembina osis ? 

Dan lagi-lagi terkait skorsing, jika kita mau mengkaji lebih lanjut, antara manfaat dan kesalahan yang itupun tidak disengaja dilakukan oleh adik-adik lebih banyak manfaatnya. Bukankah seharusnya pihak sekolah bangga karena anak didiknya respect terhadap kondisi lampung akhir ini, dan mereka cukup kreatif melakukan sumbangsih diplomasi dengan gaya mereka sendiri.

Meminjam istilah diplomasi ping-pong, yaitu diplomasi antara US dan China dengan mengirimkan para atlet US untuk berlatih ping-pong di China telah membuahkan sebuah perdamaian dunia. Begitu juga dengan Lampung, nota perdamaian, atau perjanjian apapun tidaklah bisa menjamin adanya perdamaian secara kultural. Sudah saatnya spirit persatuan itu dibangun dari generasinya mudanya, supaya dendam-dendam tentang ayah-ibu-dan adik-adik mereka yang terbunuh karena konflik tidak begitu menyisakan luka yang mendalam. Upaya-upaya diplomasi informal seperti latihan pramuka bersama, festival musik, budaya daerah, ekonomi kerakyatan, dll juga sudah seharusnya mulai dilirik. 

Akhir kata, yang tidak kalah penting adalah peranan pihak sekolah dalam membantu sisiwa-siswa mereka menginternalisasikan mata pelajaran kewarganegaraan. Mensuport acara-acara yang menjunjung nilai persatuan dan menanamkan sifat peka atau "respect" terhadap anak didik mengenai realitas sosial ditempat tinggal mereka. Bissmillah...

Rabu, 07 November 2012


Postingan ini saya buat dalam rangka pembelaan diri, bahwa tuduhan banyak orang jika selama ini saya tidak bisa memasak itu tidaklah salah.... jiahhhh ! tapi jangan salah, setiap orang bisa belajar dan belajar dari kesalahan itu sangatlah efektif. 

Dua hal yang sangat fatal dalam hidup saya adalah ketika saya SMA masak nasi dan semuanya jadi kerak hitam dan merebus telur puyuh sampai gosong meledak. Namun sesungguhnya semua itu karena saya lupa. Plus bumbu-bumbu kisah lain yang membuat saya benar-benar dilabeli tidak bisa masak, keasinan lah, kemanisan lah, dan lah... lah... lah... yang lain. 

Jika ada yang mengatakan practice makes perfect itu amatlah benar, dan inilah hasil latihan saya memasak berikut kisah kasih yang menyertainya... ya walaupun belum practices make perfect, tapi udah practice makes better laaaahhhh...


Donat sukun, dibuat bersama Latifa n Mb Au...



Avocado Pound Cake dibuat tempat Mb Au...



Ini niatnya bikin rainbow cake, tapi pewarnanya pake sayuran, masih edisi memasak tempat Mb Au juga... 



Nasi Goreng Brokoli ala Mb Au....


Ini Apem Pisang.. dibuat bareng Mb Mung sama Putri..

Finally, tetep aja masaknya rame'an.. tapi setidaknya berani mencoba !

Semenjak IFL muncul dalam kancah dunia aktivisme, terlebih dengan program School of Volunteers, Iman Usman kerap menjadi perbincangan dikalangan teman-teman saya. Mulai dari aktivis senior, hingga yang baru-baru dan memiliki hobi mengikuti twitternya. Saya sendiri pernah dua kali diberi kesempatan untuk bertegur sapa dengan sosok muda inspiratif ini dua kali. Kali pertama ketika ajang Parlemen Muda Indonesia dan kali kedua adalah di opening Indonesia MUN kemarin.

Bahkan saya kerap mendapatkan informasi mengenai beliau dari teman-teman saya, wahhh.... Iman jadi mapresnas ! wahhh..... iman lagi ke jerman.... dan waaahhh.... waaahhhh yang lain. Merekapun jadi lebih sering membicarakan do’i dengan saya paska saya pulang Parlemen Muda dan mereka tau bahwa saya juga mengenalnya. 

Saya juga masih ingat komen salah satu senior saya ? “Candra kenal Iman ??? Beliau itu anak muda yang cerdas dan memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, dukungan orang-orang disekitarnya juga kuat”.

Begitulah.. hingga suatu hari teman saya berkata “senang ya jadi orang-orang kaya Iman, bisa berbuat banyak untuk orang lain.... bisa keluar negeri... bla... bla...”. Saat itu saya menjawab.... “you are special ! same with him....”. 

Pernah dengar tidak kisah seorang penumpang kapal yang mabuk laut ? saat itu ada seorang penumpang kapal dan dia mabuk laut, karena tidak tahan, ia menepi ke pagar kapal dan muntah. Dikala ia sedang muntah ia mendengar seseorang terjatuh dari kapal. Dalam hati si pemabuk laut ia ingin sekali menolongnya, tapi jangankan berenang, duduk diatas kapal saja ia mabuk berat. Lalu kemudian ia melihat ada lampu gantung dan berfikir untuk menjulurkan lampu tersebut kearah laut, itulah hal yang bisa saya lakukan pikirnya.... Dan ternyata setelah orang itu selamat dan diwawancara, beliau berkata “saya sudah hampir tenggelam dalam kegelapan, namun ketika itu ada sebuah lampu yang membuat saya bisa melihat tangan penyelamat dan meraihnya”. 

Begitulah dalam opini saya, bahwa Allah telah menciptakan manusia beserta perannya tersendiri. Ada orang yang diberi kapasitas untuk membuat karya-karya besar, dan ada yang diciptakan untuk membuat karya-karya kecil. Sama seperti cerita diatas, ada yang berperan sebagai regu penyelamat dengan keahlian khusus, dan ada kesederhanaan seseorang pemabuk laut yang mencoba melakukan apa yang ia bisa, hingga pada akhirnya mereka menghasilkan kisah yang indah dalam sejarah manusia. Iman Usman adalah sosok yang menginspirasi... sama seperti dick doank, ridwan kamil, goris mustaqim, dll. Dan teman saya juga sosok yang menginspirasi. So, everybody is special, depend on “you want to do something or not”. Akhir kata saya ingin mengutip kata-kata dalam profil picture teman saya “sebutir pasirpun bisa menjadi mutiara”. Apa lagi denganmu ?

Senin, 05 November 2012


Dulu... pertama kali saya tiba dikampus, ada beberapa nama yang cepat sekali dikenal, rata-rata dari mereka adalah orang-orang yang memiliki aktivitas super sehingga mudah mengingatnya. Tak jarang kami para generasi baru di kampus berceloteh, "kapan ya bisa kayak mb itu...... pinter banget lho !" "kakak yang itu dan itu aktif banget ya...." begitu seterusnya.

Hingga bulapun berganti dan kami diperkenalkan oleh sang waktu. Hangatnya keakraban mulai terjuntai, saat-saat berguru yang penuh kenangan... hingga satu per satu lulus, pulang kekampung halaman, atau memulai daerah jajahan baru.

Awalnya cukup berat, karena saya dan teman-teman seleting yang biasa jadi adek harus berganti peran menjadi kakak. Namun lambat laun kami terbiasa. hingga kini kala berjumpa lagi, saya suka tersenyum sendiri.... Kakak-kakak'ku dan mbak-mbak'ku dulu sudah memasuki fase baru dalam hidupnya.. suara-suara kaki-kaki kecil dan tangisan nakal menghiasi rumah tangga mereka, juga kala tersisa sedikit waktu dan menyempatkan diri sekedar mengetahui kabar mereka dari facebook, subhanallah.... profil picture yang dulu biasanya diisi oleh foto-foto gagah-gagahan selama menjalani aktivitas kampus sekarang sudah berubah menjadi foto jagoan-jagoan kecil mereka.

Lama tak jumpa, dan senyum para ponakan itu begitu bermakna, hentakan kaki-kaki kecil generasi baru seakan siap menemani perjuangan ayah dan bunda mereka... Barakallah mb-mb dan kakak-kakak'ku... semoga menjadi anak sholeh dan sholehah yang mewarisi visi ayah bundanya.  Amin....


Pada masa-masa awal turunnya ayat-ayat Al Quran, penyebutan Allah menggunakan kata ganti Tuhanmu.
  • QS. Al ‘Alaq: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.
  • QS. Al Qalam: Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
  • QS. Al Muzzammil: Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.
  • QS. Al Muddatstsir: Dan Tuhanmu, agungkanlah!
  • QS. Al A’laa: Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.
  • QS. Al Fajr: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad?
  • QS. Adh Dhuhaa: Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu.
  • QS. Al Insyirah: Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
  • QS. Al Kautsar: Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. 
  • QS. Al Fiil: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Dengan adanya penyebutan Tuhanmu tersebut, orang-orang musyrik menjadi bingung. Mereka bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Muhammad, kamu ini selalu menunjuk yang kamu sembah dengan kata Tuhanmu. Kenapa tidak dengan kata Allah? Coba jelaskan kepada kami seperti apa Tuhanmu itu. Tuhan kami adalah Tuhan yang punya anak-anak, bagaimana Tuhan kamu? Tuhan kami (berhala-berhala), terbuat dari emas dan tembaga, coba jelaskan kepada kami bagaimana Tuhan kamu?”

Setelah itu turunlah surat Al Ikhlas yang bertujuan untuk membantah semua kepercayaan yang keliru mengenai konsep Tuhan yang dimiliki oleh orang-orang musyrik.

“Katakanlah (Muhammad): Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.”


Orang Arab mengatakan, “Bagi lelaki yang ingin menikah, hendaklah ia TIDAK memilih tipe wanita: annanah, hannanah, dan mannanah.
  1. Annanah adalah wanita yang banyak menggerutu dan berkeluh kesah, setiap saat dan setiap waktu, dengan atau tanpa sebab.
  2. Hannanah adalah wanita yang banyak menuntut kepada suaminya, ia tidak ridha apabila diberi sedikit. Ia suka membandingkan suaminya dengan lelaki lain.
  3. Mannanah adalah wanita yang suka mengungkit-ungkit apa yang dilakukannya terhadap suaminya. Misal dengan mengatakan, “Aku telah lakukan ini dan itu karena kamu….”
(Source: menorehjejak)


Satu-satunya surat di dalam Al Quran yang tidak diawali dengan kalimat basmallah (بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيمِ) adalah surat At Taubah. Ada beberapa alasan kenapa surat ini tidak diawali dengan basmallah, yaitu:
  • Ayat-ayat di surat At Taubah berbicara mengenai pemutusan hubungan antara Tuhan dengan orang-orang yang durhaka. Dan biasanya, jika terjadi suatu pemutusan hubungan, pemutusan perjanjian tersebut dilakukan tanpa menyebut nama Tuhan.
  • Sebenarnya surat At Taubah dengan surat An Anfal (surat sebelumnya) memiliki tema yang hampir sama. Dalam surat An Anfal terdapat uraian tentang perlunya menepati ikatan-ikatan perjanjian. Sedangkan, surat At Taubah menguraikan tentang pemutusan perjanjian terhadap mereka yang mengkhianati perjanjian. Karena temanya dianggap senada, awal surat At Taubah tidak dicantumkan basmallah.
  • Sebagian ulama menyatakan bahwa kalimat basmallah menyiratkan makna rahmat dan kasih sayang, sedangkan surat At Taubah banyak berisi kecaman dan sanggahan terhadap sikap orang-orang munafik dan orang-orang kafir, sehingga tidak ada rahmat yang tersisa bagi mereka.
Wallahu’alam.


Dulu ketika SD saya sangat becita-cita untuk bisa bersekolah disekolah favorit, alhasil saya belajar keras, dan sayapun begitu lowprofile karena merasa sebagai anak sekolahan yang berasal dari bawah gunung. Pasti akan sangat jauh secara kapasitas apabila berhadapan dengan anak-anak kota. Tantangan untuk memperluas jaringan membuat saya mengidam-idamkan untuk bersekolah di SMP favorite dan voila ! saya berhasil diterima di SMP terfavorit di daerah saya. 

Lepas SMP saya berharap, untuk bisa sekolah di SMA terfavorit di daerah saya, namun hal itu tidak terkabul, karena alasan ekonomi, dan jauh. Alhasil saya sekolah didaerah dan itu cukup lumayan sebenarnya, namun disinilah saya mengalami titik balik. 

Ketika beranjak kuliah, saya juga tidak berani berharap banyak untuk duduk di kampus favorit karena takut memberatkan orang tua secara ekonomi, alhasil saya malas-malasan. Dan diterimalah saya di salah satu perguruan tinggi negeri di daerah.

Beberapa tahun setelah saya menempuh pendidikan di daerah, saya diberi kesempatan untuk bertandang ke beberapa perguruan tinggi favorit. Sebenarnya ada rasa menyesal, dan yang paling terasa berbeda adalah budaya akademis. Hal ini membangun sebuah tanya didalam diri saya, apalagi saya duduk di kaprodi yang memiliki banyak dosen lulusan universitas bonafit dalam dan luar negeri. Mengapa budaya itu tidak bisa tertular kemari ?

Mengingat kembali sebuah novel karya Andrea Hirata yang bergenre pendidikan dan mengangkat cerita masalalu di tanah belitong. Ruang kelas yang kurang memadai, guru yang sukarela, ternyata begitu menyentuh dan mampu membentuk putra-pitri mereka dengan paripurna. 

Kembali pada kasus budaya akademis di kampus saya ? apakah karena fasilitas ? bisa iya dan bisa tidak. Namun kisah laskar pelangi mampu membantah kenyataan itu. Lalu apa yang harus dibangun pertama di kampus saya ? Berikut beberapa gagasan yang berhasil saya renungkan :

1.      
     Office hour, sebuah program bagi para seluruh dosen untuk ada di ruangannya dari jangka waktu tertentu, sehingga jika ada mahasiswa yang ingin menemui dosen tidak perlu menunggu dalam ketidakpastian. Hal ini menguragi tingkat putus asa mahasiswa yang sedang menyusun TA. Kelihatannya sepele, namun saya yakin akan berdmapak besar, karena meningkatkan frekuensi interaksi antara mahasiswa dan dosen sehingga semakin banyak cerita inspirasi yang tertransfer kepada mahasiswa.

2.   Academic advisor in circle, ide ini terinspirasi dari banyaknya mahasiswa yang acuh tak acuh dengan pembimbing akademiknya, dan dilain pihak banyak mahasiswa yang kongko-kongko di kampus.  Sehingga dengan begini mahasiswa memiliki waktu berkumpul dengan pembimbing akademiknya, dari mulai belajar terbimbing hingga sekedar curhat, dengan pola pertemuan satu minggu sekali. Pembimbing akademik tidak harus mendampingi setiap minggu, bisa jadi satu bulan sekali, dan bisa menggunakan sistim tutorial sebaya sesama teman untuk meeting per minggunya.

     One hundred rupiahs for refrence. Mahasiswa jarang ke perpus ? bukan karena mahasiswa tidak suka membaca, namun buku yang dipajang sudah terlampau tua dibanding usia mahasiswa, mungkin sudah seusia orang tua mereka. Jika jumlah mahasiswa di kampus saya ada 20.000 mahasiswa, jika perharinya mahasiswa mengumpulkan 100 rupiah, maka dalam satu hari akan terkumpul dua juta rupiah, dan dalam satu bulan akan terkumpul uang sebesar 60.000.000. Dan satu tahun sudah 720.000.000. Sebuah angka yang lumayan untuk menambah buku perpus, mungkin ide gila ini bisa dijalankan oleh teman-teman BEM, selain efektif juga menyentil pihak pengampu kebijakan. Apa sie makna seratus rupiah perhari jika dibandingkan dengan penantian sepanjang masa untuk melihat buku perpus bertambah.

And finally tulisan ini hanyalah imajinasi kreatif saya sambil menunggu dosen yang tak kunjung datang, jadi kalaupun ada yang aneh ya maklum aja lah yaaa...............

Minggu, 04 November 2012


Pertanyaan ini muncul setelah saya mengikuti seminar "sastra perbandingan" dari masyarakat sastra Asia Tenggara yang bekerjasama dengan Radar Lampung. Acara itu cukup wow, banyak sastrawan hadir, sampai-sampai kami para mahasiswa harus duduk lesehan dibawah untuk menyimak dua pembicara yang sudah go internasional di bidang sastra itu.

Acara semakin nyastra banget paska dibuka ada penampilan puisi yang berkisah tentang orang kecil dan orang besar dengan iringan biola. wow ! amazing !!!

Pramudya Ananta Toer adalah seorang penulis sastra serius, beraliran sosialis, bisa dibilang novelnya berat untuk dibaca, sebut saja empat buah novel pinjaman yang hinggap di rak buku kosan, baru saya sentuh satu bab. Namun tak dapat dipungkiri, sastra ini lebih teguh terhadap nilai dan tidak memikirkan aspek kapital. Mereka tidak peduli sedikit atau banyak yang akan membaca, hanya mencoba mencerahkan.

Selanjutnya, sebut saja Dewi Lestari dengan aliran feminisnya. Sastrawan beraliran liberal ini telah melahirkan banyak novel-novelnya yang cukup amazing dan booming pada masanya. novel ini cenderung fulgar berbicara dengan sudut feminisme. Saya pernah membaca satu novel yang berjudul "petir" dan memang ada adegan dengan tanda "kutip".

Membendung arus sastra feminis. Habiburrahman El-Shirazy hadir dengan novel berjudul ayat-ayat cinta. Sebuah novel percintaan dengan latar belakang Islam ini mampu leading untuk melahirkan novel-novel baru dengan genre serupa. Lalu apakah ini bagian dari dakwah islam ? hal inilah yang menggelitik di otak saya sekarang, karena biar bagaimanapun yang berdiri dibalik novel islami populer adalah seorang kapitalis yang mencoba meraup keuntungan lewat penjualan novel.

Berbeda dengan novelis serius seperti pram, para penulis novel populer cenderung memperhatikan aspek pasar ketimbang aspek muatan. Lalu bagaimana pendapat anda sebagai umat islam ? yahhh.... mungkin sekali-kali kita perlu melakukan kajian terkait ini dengan mengundang ustadz. bukankah kita tidak boleh menjual ayat Allah ???

Disatu pihak novel bergenre islam berperan membendung arus novel feminis, namun dilain pihak juga dipertanyakan konsep perdagannya.. Terlebih dengan kemasan sampul yang dibuat menjual dengan menampilkan keindahan mata seorang wanita, dll. 



Mungkin pernah ada satu hari dalam hidup kita dimana kita benar-benar tidak siap menghadapi pagi. Lilitan hutang, tuntutan tugas kuliah, setumpuk deadline pekerjaan yang belum selesai, semua begitu menyesakkan. 

Mungkin pernah juga satu hari dalam hidup kita dimana kita berimajinasi memiliki hidup yang tenang dan bahagia, berkecukupan, pekerjaan yang menyenangkan, lulus cumlaude, bisa bermanfaat bagi orang lain, dsb. Mungkin ini bisa menjadi sebuah impian hidup yang sempurna, namun apa jadinya jika tiba-tiba tsunami menerjang, atau api membakar rumah kita dan kita harus memulai dari nol lagi. Bisa jadi kita akan sangat stress karena biasa dimanjakan oleh hidup. 

Berbicara tentang orang-orang yang memiliki sejarah besar didunia ini. Siapakah Soekarno tanpa penjajahan di negeri ini ? hingga akhirnya ia dikenal sebagai bapak proklamasi. Siapakah Hatta tanpa kemiskinan ? hingga ia mencari solusi dan menjadi bapak koperasi. Siapakah Ahmad Dahlan tanpa kebodohan ? Hingga ia membangun Muhammadiyah. Merekalah orang-orang besar yang menjadi besar karena kesalahan yang ada pada masanya. 

Lalu, patutkah kita mengeluh karena tidak kuliah di kampus bonafit ? patutkah kita mengeluh karena himpitan ekonomi ? atau patutkah kita putus asa pada kesalahan-kesalahan kecil pribadi ? karena sejatinya “masalah” adalah sekolah kehidupan yang paling efektif untuk membentuk sebuah kepribadian manusia. Jadi bersyukurlah....