Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan di seluruh dunia adalah penanganan masalah persampahan. Sebanyak 384 kota di seluruh dunia telah menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari. Dari jumlah tersebut, penanganan sampah yang diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 persen, yang dibakar sebesar 37,6 persen, yang dibuang ke sungai sebesar 4,9 persen dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Sebagai perbandingan, rata-rata volume sampah yang ditimbulkan oleh setiap penduduk perkotaaan seperti kota Jakarta adalah sebanyak 0,9 kg/hari, Bangkok sebanyak 1,1 kg/hari, Singapura sebanyak 1,3 kg/hari, dan Seoul sebanyak 3,1 kg/hari (Bappenas, 2010).
Selain itu, masalah persampahan disebabkan beberapa hal diantaranya, (1) pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbunan sampah pada perkotaan semakin tinggi, (2) kendaraan pengangkut sampah yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, (3) sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan (4) belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse, recycle dan replace dan participation (4 R + P). Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular, penyakit kulit, dan gangguan yang disebabkan terhambatnya arus air di drainase dan sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke drainase dan sungai sehingga mengakibatkan banjir (Wibowo dan Djajawinata, 2003).
Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menegaskan bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan perubahan karakteristik sampah. Saat ini, pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Saat ini juga sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, peningkatan kesehatan masyarakat, aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Lebih lanjut juga disebutkan bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien.
- Sampah yang tercecer dan masuk ke dalam selokan/saluran drainase akan menyumbat saluran dan mengakibatkan banjir pada musim hujan. Keadaan seperti ini sudah sering terjadi di beberapa kota di Indonesia termasuk Kota Bandar Lampung.
- Peningkatan jumlah sampah akan menimbulkan masalah dalam mencari tempat pembuangan sampah yang baru. Tempat yang dijadikan lokasi penimbunan sampah akan menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Tempat ini juga akan menjadi sarang hewan liar atau lalat. Padahal, hewan liar ini dapat mempercepat penyebaran bibit penyakit.
- Sampah yang terlalu lama ditimbun akan menghasilkan bau yang tidak enak dan akan mengganggu kesehatan orang yang tinggal di sekitarnya. Air yang dikeluarkan dari timbunan sampah juga dapat mencemari air sungai, air sumur, dan air tanah di sekitar tempat timbunan sampah tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar