Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Oktober 2012


Hari ini melalui kelas kurikulum, namun saya jauh lebih diam dari sebelumnya, jujur karena saya takut disalahkan oleh profesor saya yang satu ini. Sebenarnya perbincangan hari ini cukup menarik terlebih ketika saya membayangkan jika dikelas itu diisi oleh Pak Anies, Dick Doang, dan temen-temen komunitas yang peduli pendidikan seperti komunitas Hong, Bandung City Creative Forum, Asgar Muda, Indonesia Bercerita, Komunitas Dakocan, dll. 

Kami berbincang terkait sebuah ideologi kurikulum... dan saya agak kaget dengan fokus diskusinya, terlalu jauh dengan apa yang saya tau dengan ideologi,.. bangsa ini berpegang pada pancasila, tapi ideologi kurikulumnya student center ????  "wajar saja jika bangsa ini hilang arah dan hilang nilai" karena para pendidiknya bak ekor pesawat yang mencoba terbang sendiri, bangsa punya cita-cita apa dan pendidikan ini hendak dibawa kemana bukan menjadi hal yang linear.  ibarat sebuah organisasi, sang ketua berjalan kemana, kepala departemen A kemana, kepala departemen B kemana, sehingga visi organisasi tidak jelas dan terpecah. Fokus kekuatan hilang dan disibukkan oleh konflik. 

Disaat saya sedang ragu antara berbicara dan tidak, teman saya bertanya "mb, besok berniat ngambil pendidikan profesi guru ?" dan sayapun menjawab "sepertinya tidak, karena saya ingin fokus pada pendidikan informal". mungkin itu jawaban konyol bagi teman-teman saya. pendidikan informal ? sebuah profesi yang tidak menjanjikan secara finansial. 

Namun bukan itu yang saya pandang, saya membutuhkan sebuah counter proposal atas apa yang ada hari ini, saya ingin suatu hari setiap pendidik mengerti kemana ideologi kurikulumnya bermuara, tidak menjadi hal yang tertutup kabut padahal itu melenceng dari tujuan bangsa. Dan lagi-lagi saya merenungkan islam sebagai sistim yang sempurna, sistim pendidikan islam tidak akan pernah lekang dari ideologinya, karena ada dimensi keimanan disana, sehingga semua lebih terarah dan terjaga. 

Ya Allah...  berikan saya tempat belajar yang maksimal, sehingga kelak bisa membangun tempat-tempat belajar informal di seantero Lampung, belajar yang lebih efektif dan bervisi, sehingga jelas kemana kita akan pergi dan bersinggah. 

Kamis, 17 November 2011






Selain itu, masalah persampahan disebabkan beberapa hal diantaranya, (1) pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbunan sampah pada perkotaan semakin tinggi, (2) kendaraan pengangkut sampah yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, (3) sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan (4) belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse, recycle dan replace dan participation (4 R + P). Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular, penyakit kulit, dan gangguan yang disebabkan terhambatnya arus air di drainase dan sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke drainase dan sungai sehingga mengakibatkan banjir (Wibowo dan Djajawinata, 2003).

Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi di Kota Bandar Lampung telah meningkatkan jumlah sampah padat di perkotaan dari hari ke hari. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pengelolaan Pasar, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum serta pihak kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung dalam menangani permasalahan sampah menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan dan pengelolaan permasalahan sampah tersebut. Hal ini terasa semakin sulit untuk diselesaikan dalam jangka pendek karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat, dan terkendala dengan jumlah kendaraan yang masih terbatas serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA Bakung yang sampai saat ini belum sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menegaskan bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan perubahan karakteristik sampah. Saat ini, pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Saat ini juga sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, peningkatan kesehatan masyarakat, aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Lebih lanjut juga disebutkan bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien.

Berbicara fakta, penanganan sampah yang dilakukan saat ini belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut menjadi bahan yang bermanfaat (produktif). Penanganan sampah yang dilakukan hanya mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman penduduk, pasar, terminal dan tempat penimbunan sementara dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir. Cara seperti ini kurang bisa mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan sampah karena sampah merupakan sumber pencemaran dan dapat memicu peningkatan pemanasan global. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini, saat ini menjadi problematika mendasar dalam manajemen terpadu sampah termasuk di Kota Bandar Lampung. Di satu pihak, jumlah sampah terus bertambah dengan laju yang cukup cepat, sedangkan di lain pihak kemampuan pengolahan dan pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung diakui masih belum memadai.
  1. Sampah yang tercecer dan masuk ke dalam selokan/saluran drainase akan menyumbat saluran dan mengakibatkan banjir pada musim hujan. Keadaan seperti ini sudah sering terjadi di beberapa kota di Indonesia termasuk Kota Bandar Lampung.
  2. Peningkatan jumlah sampah akan menimbulkan masalah dalam mencari tempat pembuangan sampah yang baru. Tempat yang dijadikan lokasi penimbunan sampah akan menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Tempat ini juga akan menjadi sarang hewan liar atau lalat. Padahal, hewan liar ini dapat mempercepat penyebaran bibit penyakit.
  3. Sampah yang terlalu lama ditimbun akan menghasilkan bau yang tidak enak dan akan mengganggu kesehatan orang yang tinggal di sekitarnya. Air yang dikeluarkan dari timbunan sampah juga dapat mencemari air sungai, air sumur, dan air tanah di sekitar tempat timbunan sampah tersebut.

Secara administratif, saat ini Kota Bandar Lampung terdiri atas 13 kecamatan dan 98 kelurahan dengan luas sebesar 19.722 hektar. Selama ini, pengelolaan sampah dikelola secara bertahap. Pihak kelurahan bertanggung jawab atas pengumpulan sampah dari rumah tangga ke lokasi TPS melalui sistem Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (Sokli), dan pihak kecamatan bertanggung jawab dalam pengangkutan dari TPS ke TPA. Sistem ini ternyata sangat terbatas karena hanya terdapat 86 TPS untuk melayani 98 kelurahan tersebut, demikian juga kapasitas institusional dalam pengumpulan sampah yang terbatas yang masih terdapat pembagian tanggung jawab yang beragam. Penanganan sampah di jalan raya berada di bawah kendali Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sampah di pasar berada di bawah kendali Dinas Pengelolaan Pasar, sedangkan sampah di terminal menjadi tanggung jawab Dinas Perhubungan.

Berdasarkan beberapa latar belakang tersebut, maka bagian strategi penting dalam rangka menajemen sampah padat di Kota Bandar Lampung adalah perlunya segera menyusun suatu dokumen kerangka kebijakan dalam sebuah Master Plan Manajemen Sampah Padat Perkotaan sebagai dasar bagi seluruh stakeholders di Kota Bandar Lampung melakukan pengelolaan sekaligus pengolahan sampah. Melalui implementasi Master Plan tersebut diharapkan jumlah sampah padat di wilayah Kota Bandar Lampung (baik di permukiman, saluran drainase, dan bantaran sungai dan pesisir laut) dapat dikurangi secara signifikan. Hal tersebut akan berkontribusi untuk mengurangi resiko banjir yang saat ini sudah dihadapi kota akibat penumpukan sampah yang tidak terkontrol, dan untuk mengantisipasi meningkatnya dampak dari perubahan iklim yang semakin ekstrim.