Hi, apa kabar disana ? masihkah berlari ceria dengan mimpimu ? masihkah yakin dengan angan dan setiap papan mimpi yang dulu pernah kita rumuskan bersama ?

Aku tak ingin masa muda ini cepat berlalu, karena aku khawatir ketika aku dewasa nanti semua mimpi ini akan hilang, tak lagi aku memiliki angan untuk banyak orang, tapi sibuk dengan diriku dan kebutuhan hidup. Kau akan sibuk dengan keluarga barumu, dan aku akan sibuk dengan keluarga baruku. Kita lupa betapa bahagianya ketika kita bersama menjejak daerah pinggir pantai, berlari diatas sampah, atau sekedar mendongeng untuk anak-anak, menemani mereka bermain tanah. Rumah tangga akan menuntut banyak hal dari kita, kebutuhan hidup, makan, tinggal, pendidikan, semuanya membutuhkan rupiah yang sangat banyak. Masih adakah kita memiliki sisa energi untuk berbagi seperti masa muda dulu ? atau kita menjadi orang tua yang berebeda dan sengaja menyisihkan waktu untuk berbagi, tak peduli kita kurang atau lebih, karena menanggap sudah selesai dengan diri ?

Bagaimana kabar kampusmu ? kapankah engkau diwisuda ? sudahkah engaku menyandang gelar sarjana ? sungguh jika aku boleh jujur, aku sedih mendengar itu semua. Karena itu adalah saat dimana kita keluar dari sangkar emas yang terhampar idealis dengan bunga-bunga mimpi, akankah realitas hidup menghapus segalanya ? apakah kita kan menjadi pegawai negeri dan berpura-pura tidak tahu kalau sistim pendidikan kita bermasalah, merelakan diri masuk kedalam sistim lingkaran setan yang mengharuskan kita diam ? atau kita akan menjadi sosok pengabdi setia pada korporat asing? dan lupa bahwa negeri ini sedang menuju kebinasaan ? apakah kita akan masuk kesana demi sebuah tuntutan kesejahteraan ? aku begitu khawatir akan masa itu.

Kawan, sungguh aku ingin menangis dan tak ingin melepas hari ini, hari dimana kita bermimpi suatu hari nanti akan membuat ruang-ruang belajar informal dengan kurikulum yang tak lagi sekuler, anak-anak berkembang sesuai kebutuhan individu, kawan, aku rindu akan hari dimana kau berteriak lantang mengkampanyekan BMT, dari satu desa ke desa yang lain. Kawan aku rindu mimpi besar kita akan tetap hidup dan tidak tergerus oleh arus kehidupan. Aku tidakklah anti kemapanan, tapi aku sungguh khawatir kita tidak dapat melalui ini dengan baik. Aku bukan sosialis, tapi aku juga bukan kapitalis.

Kita harus bersiap dengan badai kehidupan yang maha dasyat itu, menguatkan iman dan terus berjalan, meningkatkan kapasitas diri dan keahlian agar tak kelaparan selagi berbagi. Aku tau hidup ini sebuah pilihan, tapi aku juga sadar hidup ini bukan homo homini lupus.

Hari ini aku mendengar perdebatan dua sudut pandang kawan, dimana phak yang pertama bersikukuh selesaikan dulu dirimu baru ketika ada energi sisa berbuatlah untuk orang lain, dan pihak kedua berpendapat, kita bisa berbagi selagi berjalan, aku tak berna berpendapat dan hanya diam menyaksikan, kelak aku akan menjadi yang mana ? akakah logika insan manusia mampu menerima pilihan saya ?

Tapi kawan, mari kita lihat gelanggang besar bernama kehidupan besar dari sudut lain, disana ada srena yang lebih besar dan lebih jahat dari kampus ? disana ada mimpi yang lebih besar, kegagalan yang lebih besar, dan juga tekanan yang lebih besar, bayangkan kawan ketika kita mampu menghadapinya dengan baik, kita akan berkarya lebih besar dan melakukan perubahan yang lebih besar.

Aku percaya kawan, Tuhan akan mengabulkan setiap do'a hambanya. "Ya Allah, aku ingin menjadi mereka yang bisa masuk dan mengambil peran dalam gelanggang kehidupan, bukan mereka yang tergerus oleh hidup."