We never know the secret of future, only God who create the secret who know it. Begitu juga dengan saya, yang tidak pernah membayangkan akan tersangkut di tempat ini, dengan kehidupan yang berubah 180 derajat. Dan saya yakin bahwa setiap individu pernah mengalami gelombang kehidupannya yang naik dan turun, dan satu-satunya yang mampu menakar kualitas diri kita adalah bagaimana kita menyikapi keduanya dengan bijak dan sadar bahwa semua ini adalah dunia fana tempat Tuhan menguji kualitas diri.

Pada masa kecil saya menjalani hari twenty four per seven dibawah settingan kedua orang tua saya, semua tergantung pada apa yang mereka persiapkan untuk saya, kapan dan apa yang harus saya pelajari, apa yang harus saya baca, apa yang harus saya pakai, hingga awal kelas satu SD saya sudah wisuda Taman Baca Alqur’an disaat teman-teman yang lain baru memulai. Diusia saya yang belum genap enam tahun saya ditawari pemotongan kelas, langsung ke kelas tiga, dari segi pemikiran saya juga sudah memahami konsep dasar pemikiran islam juga konsep-konsep dasar di alam. Dari segi kepemimpinan, saya sudah menjadi pemimpin di suatu organisasi dalam usia yang relatif belia untuk ukuran organisasi antar kelas, bahkan saya pernah terancam memenangkan beberapa cabang olimpiade seandainya saja saya boleh mengikuti lebih dari satu cabang.

Saya lahir dan besar di sebuah desa, namun dalam angan selalu membayangkan kalau suatu hari nanti saya akan menjadi salah satu dari anak-anak terpilih yang mampu merekayasa dunia, menata tatanan masyarakat dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masa depan anak-anak.

Kelas satu SMP saya tinggal sendiri dan dipisah dari orang tua, disini saya mulai meninggalkan bentuk-bentuk kedisiplinan yang diajarkan oleh orang tua, prestasi saya masih lumayan, namun perlahan dan pasti menurun, hingga paling terasa ketika saya memasuki perguruan tinggi.

Pola kehidupan saya berubah seratus delapan puluh derajat, saya yang dulu sering terancam menang, sekarang terancam DO. Akhirnya saya mengerti rasanya berada di bawah, menjadi siswa terbodoh, dipandang sebelah mata, mendapat kelompok sisa ketika harus mengerjakan tugas kelompok, perlahan rasa percaya diri sayapun berkurang. Saya yang dulu lihai sekali untuk “sell my self” sekarang lebih banyak diam, walau jelas disekitar saya ada yang mencari skill yang saya bisa.

Dalam kontemplasi saya diantara dua titik itu, saya menemukan dua buah cerita sederhana pada masing-masing titik ekstrim yang pernah saya alami. Dulu kala hidup saya seperti bintang yang begitu cerah, saya pernah mengikuti lomba puisi, dan itu pertama kalinya saya mendapat juara harapan dan keluar dari 3 besar pemenang, saya menangis sepanjang hari dan ayah saya hanya berkata “biarkan saja ia menangis, ia harus belajar untuk kalah”.

Lain cerita dengan ketika saya berada di titik ekstrim yang sebaliknya, saya belajar bahasa inggris dari nol, tertatih-tatih, melawan rasa bosan, hingga berkecibu dengan rasa malu saya mengikuti lomba debat bahasa inggris, beberapa kali saya bertanding dan tidak pernah berhasil, baru setelah pertandingan saya yang keberapa belas saya menang, karena terbiasa kalah sayapun lupa bagaimana rasanya menjadi pemenang.

Dulu saya belajar menjadi pemenang tapi tidak pernah belajar untuk kalah, dulu saya belajar bagaimana ada di posisi puncak yang senantiasa di elu-elukan tapi tidak pernah belajar bagaimana menjadi orang paling belakang yang keberadaannya antara ada dan tiada, semua itu, tanpa terkecuali ketika kita ingin menjadi lebih bijak dan dewasa dalam kehidupan harus dipelajari dengan baik dan tanpa terkecuali.

Kembali saya teringat pada ibu saya yang tidak pernanh mengizinkan saya untuk diakselerasi, karena ia mengatakan bahwa kedewasaan perlu berjalan dengan normal tanpa manipulasi apapun, ditempuh dengan kesabaran untuk mendapat suatu proses yang sempurna. Naik turun kehidupan, menang-kalah, atas-bawah, itu adalah rahasia masa depan, saya tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok, namun setiap kita tau betul bahwa hari ini adalah ajang kerja keras dan ladang yang menanti untuk digarap dengan sebaik-baiknya, dengan penuh kediplisinan.