Dunia tercipta lengkap dengan negasinya, ada hidup ada mati, ada merah ada putih, ada kanan ada kiri, ada sosialisme ada kapitalisme, ada hitam ada putih, ada timur ada barat. Banyak hal yang berlawanan, saking banyaknya semua kata itu dihimpun dalam satu kamus antonim.

Mungkin aku, kamu, kita, kami, kalian, atau mereka juga terjebak dalam negasi masing-masing. Satu hal yang lebih dari sekedar perbedaan, satu hal yang ditakdirkan bersebrangan, membutuhkan diplomat ulung untuk mencapai suatu nota kesepahaman. Karena sepertinya moderat sejati itu tidak pernah ada. Sama seperti hak asasi manusia yang klise. Aku percaya tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas, walau itu dibingkai dalam piagam hak asasi sekalipun, karena kebebasannmu bisa jadi menganggu kebebasanku.

Dunia diciptakan lengkap dengan porsi dan jua aturannya, Dialah yang menciptakan dunia yang mampu menciptakan aturan sejati. Dialah Maha Adil yang tak diragukan lagi.

Sosok kecil itu bernama manusia, luasnya dunia menyediakan ekosistem yang berbeda antara yang satu dan yang lainnya.  Sosok pemikir itu bernama manusia, ia terus bergerak menemukan makna diri, menciptakan tata kehidupan yang terbaik, bereksperimen dengan apa yang disebut pemikiran. Dari hari ke hari, hingga abad ke abad dunia terus berputar dengan sejarahnya, sebagai akibat dari pemikiran kreatif insan manusia.

Dalam petualangan menciptakan tatanan dunia itu mereka terus mencari, sebagian sampai pada Yang hakiki dan sebagian lagi terhenti. Pada suatu hari aku berkesimpulan, bukankah lebih indah ketika kita mempelajari pesan langit yang dikirim untuk makhluk bumi ?

Kesimpulan kecil bernama “tau diri” mengajakku berfikir bijak. Mengajarkanku menjadi diri sendiri yang terbebas dari nafsu ketenaran, kekuasaan, dan cinta insan manusia. Kesimpulan kecil bernama “tau diri” menjadi benteng atas rasa lemah dan lelah. Kesimpulan kecil bernama “tau diri” membuatku mengenal siapa diri ini dan siapa Yang Menciptakan diri ini. Karena padaNyalah aku berserah untuk hidup dan matiku.