Pada tahun 2013 ini saya hanya memiliki satu resolusi, yaitu mengembangkan komunitas belajar “Speak Up” menjadi 25 titik. Jauh sebelum itu, saya menganggap ini seperti project sosial, dan bukan sebuah kursus bahasa inggris yang profit oriented. Just teaching for a better living ! Help them to find the key how to go to the global world. Entah mengapa atau apa yang terjadi, pergeseran itu terjadi secara perlahan, kami mengelolanya seperti sebuah bisnis, sampai akhirnya ada yang mengajak bekerjasama dan betapa bahagianya saya, karena kestrategisan lokasi baru tersebut.

Hari demi hari saya disibukkan oleh hal lain, karena merasa cabang baru sudah memiliki penanggungjawabnya sendiri saya pun tidak campur tangan lagi. Hingga ada suatu kejadian yang membuat saya harus take over dan ketika saya mencoba take over dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, pihak mitra menggagalkan kerjasama.

Saya sempat terdiam sejenak ketika menerima kabar tersebut. Ada apa ini ? Saya yang biasa akan semakin keras ketika disepelekan berbisik, “mungkin beliau tidak akan pernah melihat saya lagi, kecuali suatu hari nanti di TV”. Namun beberapa menit setelah perenungan, saya menjadi teringat bagaimana sejarahnya dulu semua ini terbentuk, dari obrolan tentang kegiatan aktivisme, kemudian diajak menghidupkan aktivitas di komplek dan perlahan berubah menjadi “speak up” dengan konsep kursus bahasa inggris.

Ada sesuatu yang hilang... kemana konsep “teaching for a better living” saya ? Astaghfirullah... bahkan saya sempat menyesal putusnya kerjasama ini karena terancam hilangnya pundi-pundi pemasukan. Padahal seharusnya ketika saya masih berpijak pada konsep awal, semua itu “nothing to lose” bagi diri saya pribadi, hanya saya harus mengeveluasi dan memperbaikinya untuk pergerakan ke depan.
 

Tentang Belajar Menjadi Pemimpin Yang Sesungguhnya

Dulu ketika masih duduk di bangku SMA, saya tergabung dalam beberapa organisasi. Berbeda dengan SMA lain, guru kami memberikan kebebasan full untuk bertindak, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyelesaikan masalah. Jatuh bangunnya sungguh terasa, namun itu menjadi tempaan tersendiri yang menjadikan kita pribadi yang kuat dan siap bertarung di dunia yang terjal.

Setibanya di kampus saya melanjutkan karier organisasi saya, tahun-tahun pertama, all is well karena saya masih masuk kedalam organisasi hobi. Kemudian saya mulai tertantang untuk mencicipi organisasi lain. Pada suatu hari saya sadar ada sebuah invisible hand yang mengatur saya. Terkadang kami yang ada di organisasi ini memang tampil sebagai seorang pemimpin, namun bukan “the real leader” karena sesungguhnya “the real leader” adalah seseorang dibelakangnya. Dari sini saya lupa rasanya spekulasi untuk mengambil keputusan penuh dengan resiko penuh dan tanggung jawab penuh. Perlahan saya rindu dengan pelajaran masa-masa SMA yang lebih berjiwa muda dan menantang, dengan segudang hikmah yang menjadikan kita sosok yang matang.

I Ever Face The Worse !

Sedih memang melihat kondisi yang seperti ini. Ditinggalkan mitra, beberapa pengurus, itu menjadi teguran tersendiri untuk saya dan sayalah yang harus bertanggung jawab penuh atasnya tanpa menuntut siapapun. Ada sebab ada akibat.

Dahulu kala, ketika saya memimpin sebuah English Club saya pernah mengalami kondisi yang lebih buruk dari ini. Pihak sekolah yang kurang apresiasi, pendanaan, kapasitas anggota, hingga kurangnya mentor. Satu-satunya yang kami punya adalah pembina yang baik hati dengan dedikasinya yang penuh. Namun tak disangka, beliau pindah tugas dan betapa bercucurannya air mata saya kala itu. Kala itu beberapa tim kerja saya mengatakan “EC berakhir tanpa beliau”. Namun dengan berbekal keyakinan nothing to lose “toh ketika saya berhasil itu menjadi sejarah baik saya di SMA, dan ketika saya gagal, itu hanya masa lalu dimana saya akan segera meninggalkan SMA ini”. Berpijak pada prinsip itu saya berkata pada teman-teman “EC masih punya kita dan tidak akan berkahir di tangan kita”.

Ketika cobaan datang, itulah saat Allah ingin meningkatkan derajat kita. Tahun itu kami berhasil meletakkan pondasy untuk event bahasa inggris di kabupaten yang semakin besar saja di tahun-tahun depan dan Insyaallah masih eksis sampai sekarang, bahkan menjadi icon SMA dengan jangkauan yang lebih luas. Dulu, kami hanya menjadi EC pelengkap di Lampung, namun dengan kerja keras kami berhasil menjadi EC nomer satu dengan menyabet beberapa gelar juara umum.

Yahhh... i ever face the worse ! so, hari ini, saya bisa membangun speak up dengan ide-ide gila saya, toh apapun yang terjadi nanti, sukses, hancur berantakan atau semakin besar, nothing to lose untuk saya. Bissmillah.. You ever face the worse baby !