doc : kaskus.co.id


Perhelatan bulan Desember tidak lepas dari pemaknaan sebuah hari dengan angka kembar "22" sebagai simbolitas sehari akan keagungan jasa kaum hawa sebagai pahlawan rumah tangga yang tidak memiliki bintang jasa, bukan karena tidak bernilai, tapi tak ternilai !

Peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini banyak membuat saya merenung dan bertransformasi kedalam sebuah pola pikir yang baru akan pemaknaan kehadiran seorang ibu dalam hidup seseorang. Mulai dari kenal dengan sosok ibu Septipeni dengan gagasan homeschooling dan ibu profesionalnya hingga pengalaman pribadi yang terjadi di lingkungan keluarga. 

Mimpi Jangka Pendek vs Mimpi Jangka Panjang

Sekilas kita akan berfikir bahwa duduk menjadi seorang wakil rakyat di parlemen, atau menggerakkan sebuah komunitas sosial adalah sebuah pekerjaan yang berdampak besar bagi lingkungan sekitar, sehingga wajar jika banyak dari kaum hawa mengejar untuk berkarya sebaik-baiknya. Bahkan mungkin sebagian dari mereka merasa tidak menikmati masa-masa merawat bayi yang melelahkan, atau tak banyak dari mereka yang berani menggadaikan sebuah mimpi pribadi dengan aktivitas ini.

Dalam sebuah ritme zaman yang terus berputar, dunia memerlukan generasi penerus guna menjaga dan merawat kesetabilan kondisi. Sekilas, peran seorang ibu tidak lebih dari seorang perempuan yang tinggal dirumah, mengisi kolom pekerjaan di beberapa biodata dengan sebuatan "ibu rumah tangga" untuk menutupi betapa peganggurannya mereka, dll.

Percayalaah, menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang jauh lebih abadi dari hal-hal besar yang kita pandang sekarang. Kaki-kaki kecil yang tidak henti membuat keributan, ataupun celoteh-celoteh yang akan menghiasi hari, itu milik seseorang yang akan menjadi penerus zaman, ketika kita mampu mengambil peran ini dengan sebaik-baiknya maka di tangan kitalah masa depan dunia. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan "mendidik satu orang laki-laki adalah untuk satu orang tersebut, namun mendidik satu orang perempuan sama saja dengan mendidik satu negara"

Ibulah Menteri Pendidikannya !

Kala waktu itu memanggil, saat itulah peran ideologis seorang ibu dimulai. Kapan kiranya kita memulai ? bukan berawal dari waktu dimana bayi itu lahir, namun dari saat kita benar-benar menyadari bahwa kita ini akan menjadi seorang ibu maka sesungguhnya saat itulah kesadaran akan sebuah pendidikan pranatal (baca:pendidikan anak sebelum dilahirkan) dimulai. 

Setiap perempuan menyadari bahwa dalam perkembangan buah hati merekalah ideolognya, bukan Muhammad Nuh atau siapapun. Kesadaran untuk memperbaiki diri hingga bayi lahir dan ia memulai menjadi menjalani hari sebagai pendidik terbaik yang lebih paripurna dari guru terbaik dari sekolah terbaik sekalipun. Memulai dengan mengajarkan mengeja kata, menanamkan sifat-sifat sederhana hingga menentukan kesiapan mereka menghadapi kehidupan. Ibu berkuasa penuh dalam mengawal penemuan jati diri seorang manusia hingga ia berkarya di dunia yang Global.

Memasak itu... Isu Keamanan Paling Sederhana 

Dalam dunia 'defens strategi' manusia mengolah banyak hal agar manusia dapat tumbuh dibawah naungan kesejahteraan dan kedamaian. Berbagai upaya tidak hanya ditempuh melalui perang ataupun perjanjian damai, namun bisa melalui berbagai program seperti olahraga, seni-budaya, penanaman nilai-nilai bagi para public opinion, dan sebagainya.

Tumbuh kembang seorang anak tidak hanya memperhatikan pola pikir dan mentalnya saja, namun juga pertumbuhan fisik, oleh karena itu asupan gizi dan menjamin masuknya makanan baik ke dalam perut anak-anak juga memberikan peluang masa depan yang lebih gemilang, dengan tubuh sehat maka mimpi besar generasi penerus ini untuk kehidupan dunia yang lebih baik juga lebih mudah terwujud.

Sederhana memang, namun memiliki dampak yang lebih besar, sebuah apresiasi besar harus kita berikan kepada para ibu yang menyiapkan bahan makanan dan mengolahnya dengan baik setiap hari demi panglima-panglima kecil mereka, sederhana memang, kita bisa saja beli atau memasak makanan instan dengan alasan hemat waktu, namun tanpa ia sadari mereka sedang menuju ke kerugian yang lebih besar. 

Tentang Isu Kaum Feminis

Dewasa ini kaum feminis menyuarakan hak antara kaum adam dan hawa. Setali tiga uang dengan pernyataan bahwa adil itu tidaklah harus sama, begitu juga persamaan hak, laki-laki dan perempuan memilik peran besarnya masing-masing dan keduanya sudah disiapkan demi dunia yang lebih seimbang.

Keberadaan isu tersebut membuat perempuan berlomba-lomba merebut karier mereka dan sedikit menomonr duakan rumah. Sedikit memang, mereka menyewa babysitter, menitipkan anak ke playgroup, memiliki pembantu yang bisa mmemasak, dll. Tapi ingatlah saudaraku, value menjadi seorang ibu tidak sebatas aktivitas-aktivitas itu, jauh lebih besar dan hanya bisa dirasakan ketika kita menikmatinya dan dengan sepenuh hati menjalani peran kita sebagai perempuan.

Lihatlah hari ini, anak-anak bebas berkeliaran jajan disana dan disini, mengkonsumsi zat aditif yang mengganggu pertumbuhan dan membahayakan tubuh, sebagian dari mereka menuntut kasih sayang dan terjerumus ke dalam dunia narkoba, seks bebas, tentu ! keseimbangan ini terus terganggu dan semakin rusak. Ibu-ibu mereka pasrah begitu saja dengan kurikulum sekolah, padahal tidak lain semua kurikulum itu mempersiapkan kita menjadi kuli-kuli terdidik bukan manusia yang sesungguhnya. 

Akhir kata, adil tidak harus sama, kerja besar tidak harus rumit, dan keseimbangan dunia sudah diatur dengan sedemikian baik oleh yang menciptakan, mari kita syukuri dan mulai menyadari sebuah peran besar yang ditakdirkan, perbaiki diri dan mulai ambil bagian. Selamat Hari Ibu !