Setelah beberapa bulan mati suri, sekarat, koma atau apapun namanya, akhirnya departemen ekonomi kembali bangun. Renstra yang sudah disusun diawal harus mengalami berbagai perubahan karena mengalami pengunduran waktu. Pada akhirnya kami berempat ( baca : kak rasim, kak sani, kak waski dan saya) sepakat untuk mengadakan training kewirausahaan. Rapat penyusunan materipun dimulai, biasanya kalau sudah begini perbedaan mazhab diantara kami berempat sangat berbeda. Kak rasim dengan jiwa pengusahanya, kak sani dengan jwa wirausaha anak muda, kak waski dengan ekonomi syariah, dan saya dengan kewirausahaan social. Pada saat rapat sudah sempat terjadi titik temu untuk menyatukan keempat gagasan ini, namun pada pelaksanaan akhirnya saya mengurungkan niat untuk transfer gagasan saya terkait kewirausahaan sosial karena terdesak oleh yang lainnya. Akhirnya saya mengikuti ritme yang saat itu berjalan untuk menyemangati mereka dalam membangun usaha dan berharap suatu saat dapat menyematkan apa yang saya pikirkan.

Ada apa Dibalik Training Kewirausahaan ?

Gerakan mahasiswa memiliki tiga peran, sebagai agen perubahan, control sosial, dan kawah candradimuka untuk mengkader para pemimpin. Dalam membangun suatu perubahan yang diinginkan bersama, tidak terlepas dari masalah membangun kesejahteraan, karena bahasa kesejahteraan telah menjadi bahasa multidimensional dalam bidang politik untuk mengukur keberhasilan suatu Negara, tertinggal, berkembang, atau maju, terlebih ditengah hiruk pikuk kapitalisme, ekonomi islam harus mampu memberi jawaban atas masalah kesejahteraan ini. Sebagai salah satu pilar untuk mengevaluasi jalannya kemerintahan, gerakan haruslah mandiri secara financial, hal ini diharapkan mampu memberikan keindependenan yang lebih terhadap gerakan itu sendiri kala meluncurkan kritik terhadap pemerintah. Akan sangat sulit untuk menajamkan gerakan, apabila terjadi dua sisi mata uang, disatu sisi mengkritik dan disisi lain membutuhkan suplay dana, hal ini memberikan celah besar terjadinya jual beli gerakan. In term of kawah candradimuka bagi calon pemimpin, organisasi pergerakan perlu menanamkan jiwa kemandirian financial bagi para kadernya, sehingga ia memiliki pendidikan politik yang baik bahwa kepemimpinan itu adalah sebuah sifat untuk melayani dan melahirkan kesejahteraan bagi orang lain. Bukan sebuah jabatan yang menjadi pekerjaan ber-income bagi kita.

Mengapa Kewirausahaan Sosial ?

Membangun ekonomi gerakan, terlebih gerakan islam, harus mampu memberikan nilai lebih. Tidak hanya mampu menghidupi organisasi secara mandiri namun juga bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat sekitar. Kewirausahaan sosial mampu menjawab tantangan ini sekaligus beriringan dengan kaidah ekonomi islam.  Kewirausahaan sosial mampu mengintegrasikan antara SDM/SDA dengan pemilik modal, dan pemerintah hanya berperan dalam mengambil kebijakan, sementara dalam kewirausahaan komersial, duet maut terjadi antara pemilik modal dan pemerintahan untuk mendapatkan SDA/SDM sebanyak-banyaknya, akibatnya masyarakat juga dirugikan. Pada titik inilah aktivis perlu menimbang apa dampak dari usaha yang dibangun oleh organisasi pergerakannya, apakah itu sesuai dengan idealisme gerakan atau tidak.

Jangan Terjadi Dikotomi Departemen !

Banyak semboyan yang membuat saya sedikit gerah. Teman-teman dari departemen kaderisasi itu sholeh-sholehah, dari kebijakan public itu hobi pegang toa dan sedikit nakal, teman-teman dari departemen ekonomi itu profit oriented. Hal ini menunjukkan sebuah organisasi yang tidak sehat, sudah seharusnya temen-teman kaderisasi juga memiliki kemampuan advokasi yang tidak kalah dari teman-teman kebijakan public, karena ia sedang mengkader orang untuk menjadi actor gerakan. Teman-teman kebijakan public dan departemen ekonomi juga sholeh dan sholehah karena sejatinya renstra terbesar dari gerakan yang ia bangun adalah kejayaan islam, begitu juga dengan teman-teman ekonomi, tidak hanya sekedar mencari profit namun juga dialurkan pada pola kebijakan public seperti yang saya uraikan pada sub-kewirausahaan sosial, turut serta mengempower masyarakat dan membangun basis advokasi. Ibarat sebuah pesawat terbang, tidak kemudian ekor terbang duluan, baru sayap terbang, atau roda ke kanan, dan kokpit ke kiri, namun mereka berjalan bersama menuju bandara yang dituju. Wallahu’alam.