Pendidikan adalah salah satu proses yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Pendidikan memberikan kemampuan dasar untuk mampu mengembangkan diri dan mengejar kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga berperan dalam pembentukan struktur perilaku dan pemikiran seseorang. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah kunci menuju pertumbuhan nasional dan keberlanjutan masa depan. Tanpa warga negara yang berpendidikan baik, negara akan menghadapi kesulitan di berbagai aspek kehidupan.

Sektor pendidikan mengalami beberapa perkembangan dalam satu tahun terkahir, diantaranya pembebasan uang pangkal perguruan tinggi, peningkatan anggaran pendidikan hingga 20% baik dari APBN maupun APBD hingga peluncuran program bidik misi bagi sebagian mahasiswa baru. Perbaikan ini menunjukkan bahwa secara perlahan pemerintah semakin memperluas akses pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD bahwa pendidikan adalah hak segala bangsa.
Dalam rangka usaha menuju perbaikan pendidikan yang lebih menyeluruh, sekiranya kita juga mampu memberikan evaluasi program selama satu tahun terakhir yang perlu diperbaiki guna mendapatkan suatu sistim pendidikan terbaik, diantaranya :

Anggaran 20 % dan Upaya Pemberantasan Korupsi Pendidikan

Komitmen negara dalam menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara terlihat dari keseriusannya menganggarkan APBN dan APBD untuk pendidikan, melalui pendanaan yang serius akses pendidikan untuk semua warga negara akan semakin baik. Fasilitas yang memadai, pembangunan sekolah hingga ke pelosok, pemerataan guru, hingga murahnya biaya pendidikan semakin memudahkan akses pendidikan bagi rakyat kecil di Indonesia. Satu hal yang perlu di garis bawahi adalah ketegasan Mahkamah Konstitusi dalam mengawal anggaran pendidikan 20% di berbagai daerah, karena itu semua adalah amanat dari konstitusi sehingga daerah yang belum menganggarkan anggaran pendidikan paling minimal 20% perlu mendapatkan tindak lanjut.

Terkait dari besarnya anggaran yang sudah diusahakan oleh pemerintah, upaya pemberantasan korupsi di bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus. Penyaluaran dana BOS, pemenangan tender proyek yang ditengarai sebagai sebab huru-hara pada pelaksanaan UN,  penyaluaran beasiswa, dana pembangunan infrastruktur seperti gedung sekolah, rumah sakit pendidikan, dll perlu mendapatkan pengawalan yang ketat guna menghindari penyelewengan besar-besaran, karena pada akhirnya sebesar apapun dana yang dianggarkan tidak akan berpengaruh selama korupsi di bidang pendidikan masih dibiarkan.

Peninjauan Kembali UU PT

Paska disahkannya UU PT pada 13 Juli 2013 lalu, setidaknya ada dua poin utama yang perlu dievaluasi, yakni otomisasi keuangan dan internasionalisasi. Dimana dua garis besar penolakan tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan beberapa hal. Pertama, melambungnya biaya pendidikan tinggi yang harus ditanggung masyarakat karena otonomi yang kebablasan dan lepasnya tanggung jawab pemerintah. Kedua, Perguruan tinggi tidak hanya berfokus mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga mencari uang untuk memenuhi kebutuhan biaya operasionalnya. Ketiga, pendidikan hanya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan kuli terdidik. Keempat, perguruan Tinggi Asing akan berdiri di Indonesia dan mengancam nilai-nilai ke-Indonesiaan

Evaluasi Kurikulum 2013

Belum genap 10 tahun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/2006) diterapkan, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum 2013. Sejak 29 November 2012 lalu Kemendikbud telah mengumumkan draft resmi Kurikulum 2013.
   
Kemendikbud menjelaskan bahwa kurikulum 2013 ini menjawab permasalahan atas KTSP, namun problem sebenarnya ada pada Kemenduikbud itu sendiri yang tidak berpihak pada semangat perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada keunggulan proses. Itulah yang kemudian merusak idealisme pelaksanaan kurikulum. Ada tiga hal yang merusak idealisme kurikulum di Indonesia. Pertama, Kemendikbud tidak melakukan riset evaluasi komprehensif atas pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Kedua, Kemendikbud tidak menyiapkan guru terlebih dahulu secara sungguh-sungguh untuk mampu menterjemahkan kurikulum baru secara benar. Ketiga, Kemendikbud merusak seluruh semangat kreativitas guru untuk mengembangkan proses pembelajaran karena di kejar target Ujian Nasional yang cenderung cognitive oriented. Karena itu, perubahan kurikulum 2013 dirasa telah dilakukan tanpa melalui suatu proses riset yang komprehensif terkait kondisi di lapangan. Kalau ketiga akar masalah tersebut belum terjawab dengan baik, apapun kurikulumnya, tidak akan ada perubahan yang signifikan pada kualitas pendidikan kita. 

Ketiga hal diatas merupakan sejarah besar dalam dunia pendidikan yang terjadi selama satu tahun terakhir. Perbaikan yang mengacu pada spirit undang-undang dasar diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pendidikan negara dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berakhlak, maju, dan sejahtera.

Sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi kita semua guna kembali mengulas apakah sistim yang hari ini ada, baik peraturan perundang-undangan maupun kurikulum sudah sejalan dengan spirit Ki Hajar Dewantara yang memerdekakan fisik, jiwa, dan ruhani manusia dalam konsep pendidikannya, atau justru sebaliknya, dimana kita beramai-ramai terjebak memperingati hardiknas secara seremonial  namun menginjak-nginjak nilai yang seharusnya kita junjung bersama. Pendidikan hanya bisa diakses oleh golongan menengah keatas dan siswa hanya diperlakukan untuk menjadi kuli terdidik, tentu hal tersebut sama-sama tidak kita inginkan, karena sesungguhnya pendidikan adalah hak segala bangsa dan merupakan upaya sadar untuk memanusiakan manusia.