Seri Ramadhan #10


Dulu, waktu masih SMA ndak pernah kebayang untuk bisa keluar negeri, trus setelah kuliah punya beberapa teman yang sudah pernah menginjakkan kakinya di luaran sana, sedikit banyak termotivasi. Semakin ke sini semakin banyak kenalan yang pernah ke luar negeri, jadi tau acara-acara apa aja yang bisa diikuti, tapi lagi-lagi masalah klasik yang belum juga terpecahkan, biaya !

Sempat memiliki semangat yang meledak-ledak untuk bisa S2 di luar, Harvard atau MIT, mungkin karena keren, termasuk kampus papan atas dunia. setelah itu pulang karier akan lebih baik dari yang kuliah di dalam negeri. Juga memiliki kemampuan yang go internaional.
Dewasa ini, seiring dengan bertambahnya umur saya juga bertambah bijak dalam menimbang pilihan hidup. Rasanya motivasi keren-kerenan saya harus dirubah, harus ada sesuatu yang lebih bermakna dari sekedar bisa pamer foto di negeri sebrang. Tapi entah itu apa? saya belum menemukannya, hingga sempat beberapa waktu saya mengurungkan niat saya dan berniat lanjut di UI, UPI, UNS atau UGM saja yang lebih dekat dan lebih simple prosesnya.

Hingga suatu pagi saya secara tidak sengaja membaca percakapan senior saya di organisasi yang ingin kuliah ke luar negeri dan sudah apply beasiswa namun belum juga mendapat kabar gembira. Saya yang merasa kenal dengan si A yang sering mengadvokasi masalah beasiswa langsung menginformasikan dengan senior saya tersebut. Kontan senior saya marah hebat "buatlah dirimu berharga !" dan saat itu saya hanya bisa minta ma'af dan saya masih merasa aneh kenapa ia marah. toh si A juga tidak kolusi, hanya menghubungkan kita dengan peluang kosong.

Tak lama setelah itu senior saya officially announced kalau ia diterima di salah satu perguruan tinggi di USA, dan sayapun masih mengingat kata-katanya ketika marah "buatlah dirimu berharga !"

Dulu awal masuk kuliah, saya benar-benar tidak berminat untuk menjadi guru, karena guru itu tidak lebih dari berangkat, mengerjakan LKS, PR, dan ngisi rapor, tak ada sesuatu yang spesial dan ndak anak muda banget. namun perlahan pola pikir itu berubah ketika saya bertemu dengan orang-orang baru yang berbicara masalah pendidikan. Ada yang bercerita tentang dongeng, lagu anak, school of volunteer, sekolah kreatif, sekolah alam, sekolah islam terpadu, taman baca, sekolah rakyat, leadership academy, sehingga menjadi guru menjadi hal yang menarik, karena memiliki kesan "anak muda" yang rindu kreatifitas dan perubahan. 

Semenjak saat itu saya tidak lagi malu ketika ditanya apa cita-citamu ? saya langsung menjawab, "saya mau jadi guru !" dan saya berhenti mengkamuflasekan dengan berkata "jadi dosen". Keyakinan itu saya dapatkan ketika saya memiliki inspirasi lain dari luar kota, sehingga sekarang saya bermimpi untuk belajar dari luar negeri, Jepang dengan era restorasi meiji, Perancis dengan universitas prancisnya, Mesir, Jerman, Turki, USA, Australia, Inggris, China, dan sederetan nama besar yang memiliki sejarah pendidikan yang revolusioner dan berhasil mengangkat derajat peradaban mereka.

Cita-cita baru saya ini pada akhirnya memperbaiki semangat saya untuk keluar negeri dari sekedar keren-kerenan menjadi belajar sesuatu yang luar biasa untuk dibawa kembali pulang ke Lampung dan mengembangkannya disini di kemudian hari, sehingga ketika saya mati kelak, ada sesuatu yang pernah saya tinggalkan di bumi ini. Dan... tanpa terasa visi ini juga telah menjadikan "diri saya lebih berharga !" dari sebelumnya, tidak sekedar keren-kerenan kuliah di kampus papan atas, tidak sekedar lulus, namun ada tujuan mulia dibaliknya. Terima kasih kawand...