Pertanyaan ini muncul setelah saya mengikuti seminar "sastra perbandingan" dari masyarakat sastra Asia Tenggara yang bekerjasama dengan Radar Lampung. Acara itu cukup wow, banyak sastrawan hadir, sampai-sampai kami para mahasiswa harus duduk lesehan dibawah untuk menyimak dua pembicara yang sudah go internasional di bidang sastra itu.

Acara semakin nyastra banget paska dibuka ada penampilan puisi yang berkisah tentang orang kecil dan orang besar dengan iringan biola. wow ! amazing !!!

Pramudya Ananta Toer adalah seorang penulis sastra serius, beraliran sosialis, bisa dibilang novelnya berat untuk dibaca, sebut saja empat buah novel pinjaman yang hinggap di rak buku kosan, baru saya sentuh satu bab. Namun tak dapat dipungkiri, sastra ini lebih teguh terhadap nilai dan tidak memikirkan aspek kapital. Mereka tidak peduli sedikit atau banyak yang akan membaca, hanya mencoba mencerahkan.

Selanjutnya, sebut saja Dewi Lestari dengan aliran feminisnya. Sastrawan beraliran liberal ini telah melahirkan banyak novel-novelnya yang cukup amazing dan booming pada masanya. novel ini cenderung fulgar berbicara dengan sudut feminisme. Saya pernah membaca satu novel yang berjudul "petir" dan memang ada adegan dengan tanda "kutip".

Membendung arus sastra feminis. Habiburrahman El-Shirazy hadir dengan novel berjudul ayat-ayat cinta. Sebuah novel percintaan dengan latar belakang Islam ini mampu leading untuk melahirkan novel-novel baru dengan genre serupa. Lalu apakah ini bagian dari dakwah islam ? hal inilah yang menggelitik di otak saya sekarang, karena biar bagaimanapun yang berdiri dibalik novel islami populer adalah seorang kapitalis yang mencoba meraup keuntungan lewat penjualan novel.

Berbeda dengan novelis serius seperti pram, para penulis novel populer cenderung memperhatikan aspek pasar ketimbang aspek muatan. Lalu bagaimana pendapat anda sebagai umat islam ? yahhh.... mungkin sekali-kali kita perlu melakukan kajian terkait ini dengan mengundang ustadz. bukankah kita tidak boleh menjual ayat Allah ???

Disatu pihak novel bergenre islam berperan membendung arus novel feminis, namun dilain pihak juga dipertanyakan konsep perdagannya.. Terlebih dengan kemasan sampul yang dibuat menjual dengan menampilkan keindahan mata seorang wanita, dll.