Perjalanan akhir pekan ke bukit kemuning menyisakan sebuah cerita tersendiri di dalam memory otak dan ruang di relung hati. Pahit jika harus mengingat kedepan kita akan menikah, membangun keluarga, dan hidup terpisah satu sama lain. Hari-hari yang pernah kita lalui bersama, aksi di bunderan gajah, mengelola pelatihan, diskusi-diskusi yang membangun keresahan, hingga debat-debat panas yang kadang mengundang keributan dan memancing emosi. Hari ini pernah ada mengisi masa muda kita. Entah sejak kapan kita saling mengenal, hingga tidak menyangka akan saling mengenal sejauh ini.

Yang paling memberatkan dalam sebuah perpisahan adalah “visi”. Kita yang hari ini hidup dalam sebuah visi yang sama, akankah selalu terjaga hingga akhir nanti ? sebuah visi besar yang hari ini telah menyatukan dan mengisi hari-hari kita.

Namun jika menoleh kebelakang, sahabatku hari ini tidak lain adalah orang asing yang saya ajak bicara, dan mencoba membuka hati untuknya. Sehingga diri ini harus mulai membiasakan diri dengan perpisahan dan pertemuan. Karena sesungguhnya Allah memberikan kita nikmat lupa, sehingga kita tidak harus merana berlama-lama dan segera menjalani kehidupan baru dengan orang-orang baru dan senyum-senyum baru.

Menjadi penting bagi kita untuk terus menjadi pribadi paripurna nan menyenangkan, sehingga kita akan menjadi sosok dinamis untuk masuk kedalam pergaulan-pergaulan baru. Mencoba mengajak bicara orang-orang asing baru dan mencoba membuka hati untuknya sehingga visi yang saya miliki mampu teradiasi.

Tentang sebuah visi yang akan terjaga sampai akhir, bukan pada alasan dimana saya, siapa teman saya, dan siapa lingkungan saya. Namun seberapa ideologis saya dan seberapa pandai saya membuka hati dan berbicara pada orang-orang baru, karena saya yakin mendapat teman baru adalah suatu hal yang menyenangkan untuk menorehkan tinta di lembaran baru.